Searching...

Krakatau Steel, Permainan Sederhana Politisi & Cukong



Jakarta - Selama tiga hari dari 2-4 November 2010, Kantor Cabang Bank Mandiri, Jalan Abdul Muis, Jakarta, kebanjiran masyarakat yang akan membeli saham Krakatau Steel (KS). Mereka adalah masayarakat perorangan atau yang di kalangan bursa efek disebut investor ritel. Para investor ritel ini seakan tidak mau ketinggalan menikmati murahnya harga saham KS, yang sebesar Rp 850.


Namun harapan mereka untuk memiliki banyak saham perusahaan pelat merah ini tentu bukan perkara gampang. Pasalnya, dari sebanyak 3,155 miliar lembar saham yang dilepas ke publik, investor ritel hanya mendapat alokasi 631 juta lembar atau hanya 2 % dari total saham yang dilepas ke pasaran.



Jangan heran kalau banyak investor ritel yang harus gigit jari karena tidak bisa membeli dalam jumlah yang diinginkannya. Ada yang ingin membeli sebanyak 1.000 lot (500 ribu lembar) hanya kebagian 1 lot saja alias hanya 500 lembar. Padahal mereka harus mengantre berjam-jam supaya bisa membeli saham KS tersebut.



Kondisi berbeda dialami sejumlah politisi di DPR. Mereka tidak perlu susah payah mengantre untuk mendapat jutaan lembar saham. Sebab sebelum saham itu dilisting, seorang utusan dari kementerian BUMN datang untuk memberi jatah saham KS kepada mereka.



"Teman saya di Komisi VI dan XI DPR bilang kalau mereka dan teman-teman di komisi mendapat tawaran untuk membeli saham KS dari seseorang dari Kementerian BUMN," jelas Fuad Bawazier, politisi Hanura
saat berbincang-bincang dengan detkcom.



Kata Fuad, jumlah saham yang ditawarkan hampir 83 juta lembar atau sekitar 166 ribu lot. Jika dirupiahkan dengan harga saham sebesar Rp 850 maka nilainya sekitar Rp 70 miliar. Jumlah sebesar ini hanya untuk anggota DPR yang ada di dua komisi tersebut.



Komisi VI yang membidangi masalah perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, dan badan usaha milik negara, memang menjadi mitra kerja Kementerian BUMN. Begitu juga dengan Komisi XI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.



Selain politisi di dua komisi itu, para petinggi parpol dikabarkan juga mendapat jatah saham. Jatah yang disebar secara proporional alias berdasarkan jumlah kursi partai di DPR. Semakin banyak kursi semakin banyak pula jatah saham yang diterimanya.



Aksi bagi-bagi jatah saham IPO sejumlah BUMN kepada sejumlah politisi sebenarnya sudah lama terjadi. Sumber detikcom yang merupakan pejabat di salah satu perusahaan pelat merah mengatakan, dalam urusan bagi-bagi jatah ini dilakukan oleh pejabat yang menangani privatisasi di Kementerian BUMN.



"Pejabat di kementerian BUMN itu yang membagi-bagi jatah saham BUMN yang akan IPO. Tujuannya supaya ke depan urusan kementerian lancar-lancar saja bila berurusan dengan parlemen," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya tersebut.



Namun saat detikcom coba konfirmasi soal jatah saham kepada sejumlah politisi, mantan Deputi Kementerian BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi, Mahmudin Yasin tidak bisa dihubungi. Dua nomor telepon selular milik pria yang sekarang menjabat sebagai Sekertaris Menteri BUMN, itu tidak aktif semuanya.



Pembagian jatah saham IPO KS kepada sejumlah politisi memang banyak yang mempersoalkan. Selain tidak fair, pemberian jatah semacam itu bisa dikategorikan sebagai bentuk suap. Apalagi lagi para politisi yang main saham ini umumnya hanya mengejar untung cepat atau hit and run.



Misalnya dalam kasus IPO KS, para politisi cepat-cepat jual saham yang dimilikinya ketika harga saham melonjak ke harga Rp 1.270 dari harga sebelumnya, Rp 850. Jika dikalikan jumlah selisih harga maka akan ada margin Rp 420.



"Bayangkan jika angka tersebut dikalikan jutaan lembar saham yang dijatah oleh Kementerian BUMN. Tak heran saat ini diperkirakan banyak politisi yang ketiban untung akibat rendahnya saham KS," ujar Fuad Bawazier.



Memang tidak semua politisi yang dapat jatah saham membeli dengan koceknya sendiri. Banyak di antara mereka yang meminta bantuan keuangan dari kolega atau menjual kembali jatah saham yang diterimanya kepada pihak lain, pengusaha misalnya.



Mantan Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir kepada detikcom mengungkapkan, di belakang politisi yang dapat jatah saham, ada sejumlah pengusaha kelas kakap yang menampung saham-saham jatah politisi. 



"Yang saya tahu ada beberapa bandar yang selama ini menampung saham-saham BUMN yang didapat sejumlah politisi. Tapi saya tidak mau sebutkan namanya," jelasnya.



Kepada para bandar ini politisi menaikkan harga sahamnya. Misalnya untuk saham KS harganya Rp 850 per lembar. Kepada bandar dia membandrol harga menjadi Rp 1.000. Jadi sang politisi hanya mengambil selisih Rp 150 per saham. Dalam transaksi ini tentu kedua belah pihak sama-sama dapat untung. Sementara yang rugi adalah negara karena harga yang dipatok terlampau murah.



Karena begitu menguntungkannya IPO saham BUMN, para politisi saat ini mulai ancang-ancang menyambut IPO BUMN lainnya, sebut saja maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan PT Asuransi Jasindo (Persero).



Untuk menghindari IPO saham-saham BUMN ini jadi bancakan kelompok elit tertentu, sejumlah kalangan meminta DPR segera membuat pansus terkait penetapan harga IPO KS. Dengan membuka secara transparan masalah IPO KS, termasuk siapa saja yang menerima jatah saham KS sebelum listing.



"Pembentukan pansus IPO KS, para elit politik yang biasanya suka goreng-goreng saham jadi tidak sembarangan lagi. Apalagi ke depan ada 7 sampai 10 BUMN lagi yang akan IPO," tandas Fuad Bawazier.
(ddg/diks)

Sumber : Detik