Searching...

Bagi-bagi Saham Krakatau Steel Ala Politisi Senayan



Jakarta - Soal bagi-bagi saham penjualan perdana saham PT Krakatau Steel (KS), tak hanya menerpa wartawan, tetapi juga para politisi Senayan. Tentu nilainya tak tangung-tanggung. Kalau wartawan peliput lantai bursa dikabarkan mendapat jatah 1.500 lot, para politisi Senaya bisa berlipat-lipat, 166.000 lot. Jika dirupiahkan dengan harga saham sebesar Rp 850 maka nilainya sekitar Rp 70 miliar. 

Sesuai asas proporsionalitas, masing-masing fraksi mendapat jatah sesuai dengan jumlah kursi yang dimiliki. Singkat kata, Fraksi Partai Demokrat dapat jatah paling banyak, yang paling sedikit tentu saja Fraksi Partai Hanura. Namun "kebersamaan" para politisi berubah jadi aib, setelah salah satu fraksi tidak mendapat sebagaimana mestinya. 

Orang-orang PAN berkoar, jatahnya diambil oleh Demokrat saat-saat akhir menjelang pembagian. Demokrat sendiri, sebagai partai yang paling berkuasa, tidak bisa menahan diri untuk bertindak adil. Maklum, kabarnya, jatah PAN tiba-tiba diambil oleh seorang politisi muda, anak dari orang berpengaruh di jagat politik. Lah, kalau anak big bos punya mau, siapa bisa cegah. Ributlah PAN!

Sedari awal proses IPO PT KS memang sudah mengundang banyak pertanyaan. Pemerintah selaku pemegang tunggal saham PT KS ingin menjual 20% sahamnya ke lantai bursa. Masalah pertama muncul ketika saham perdana ditetapkan Rp 850. Harga ini dinilai terlalu rendah dari harga yang sebenarnya, sehingga penetapan harga itu dicurigai sebagai cara mudah untuk menggerogoti kekayaan negara melalui mekanisme pasar.

Kedua, sebagaian besar saham yang ditawarkan justru diperuntukkan investor asing. Hal ini menimbulkan protes, karena investor nasional sebetulnya memiliki dana yang cukup untuk membeli saham perdana PT KS. Benar saja, ketika hari pertama saham PT melantai di Bursa Efek Indonesia, harganya langsung melejit sampai 49%. Padahal menurut aturan main di bursa, jika harga saham melejit sampai 50%, perdagangan saham PT KS pasti dihentikan. Pernyataan bahwa investasi cenderung berjangka panjang, tidak terbukti di sini.

Ketiga, pembelian retail ternyata berjalan tidak sehat. Banyak pribadi yang tidak mendapatkan saham yang diinginkan, meskipun telah menyiapkan dana besar. Banyak bandar atau cukong bermain, sehingga mereka yang biasa main saham ritel, merasa ditipu oleh PT KS dan underwriter-nya. Pada titik inilah terkuak aksi para investor "gadungan" yang tidak lain adalah para politisi Senayan.

Akibat masalah tersebut, ditimpa oleh ketidakadilan yang dialami oleh politisi PAN, maka kisruh jual beli saham PT KS berlanjut di arena politik. Senin (29/11/2010) malam ini, akan ada Rapat Kerja Komisi XI dengan Komite Privatisasi, Menteri BUMN, underwriters, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam LK).

Sejumlah politisi menyerukan perlu dibentuk panitia khusus untuk mengusut kekisruhan penjulan saham perdana KS. Rapat nanti malam akan memastikan jadi tidaknya pembentukan panitia khusus. Namun kalau melihat gelagatnya, seruan pembentukan pansus hanyalah gagah-gagahan saja. Mereka akan memahami penjelasan pejabat yang berwenang, dan di balik itu semua, masalah pasti sudah diselesaikan melalui lobi-lobi.

Jika pangkal masalah ini adalah soal jatah yang tidak sampai di tangan, maka dengan sendirinya masalah akan selesai bila jatah saham itu dikembalikan, meskipun bukan dalam bentuk saham lagi. Jika masalahnya adalah kerugian negara, pertanyaannya adalah siapa yang telah bertindak merugikan negara?

Bukan hanya Menteri dan pejabat BUMN, pimpinan PT KS dan underwriters, tetapi juga DPR yang memang menjadi penentu jadi tidaknya IPO PT KS. Mereka juga yang mengetahui proses penentuan harga perdana, sehingga mereka berebut jatah saham perdana. Insider trading? Jelas sekali! Tetapi apa DPR mau membuka borok sendiri? Para wakil rakyat itu bukan kumpulan orang-orang bodoh, meski terbiasa membodohi diri sendiri. (diks/fay)

Sumber : Detik