Searching...

Usamah ra. sebagai Panglima



Ibnu Asakir telah memberitakan dari Az-Zuhri dari Urwah dari Usamah bin Zaid ra. bahwa Rasulullah SAW memerintahkannya untuk menyerang suku kaum Ubna pada waktu pagi dan membakar perkampungannya. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Usamah: "Berangkatlah dengan nama Allah!". Kemudian Rasulullah SAW keluar membawa bendera perangnya dan diserahkannya ke tangan Buraidah bin Al-Hashib Al-Aslami ra. untuk dibawa ke rumah Usamah ra. Beliau juga memerintahkan Usamah untuk membuat markasnya di Jaraf di luar Madinah sementara kaum Mukmin membuat persiapan untuk keluar berjihad. Maka Usamah ra. mendirikan kemahnya di suatu tempat berdekatan dengan Siqayat Sulaiman sekarang ini. Maka mulailah orang berdatangan dan berkumpul di tempat itu. Siapa yang sudah selesai kerjanya segera datang ke perkemahan itu, dan siapa yang masih ada urusan diselesaikan urusannya terlebih dahulu.

Tiada seorang pun dari kaum Muhajirin yang unggul, melainkan dia ikut dalam pasukan jihad ini, termasuk Umar bin Al-Khatthab, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Abul A'war Said bin Zaid bin Amru bin Nufail radiallahuanhum dan banyak lagi para pemuka Muhajirin yang ikut serta. Dari kaum Anshar pun di antaranya Qatadah bin An-Nu'man dan Salamah bin Aslam bin Huraisy ra.huma dan lain-lain. Ada di antara kaum Muhajirin yang kurang setuju dengan pimpinan Usamah ra. itu, karena usianya masih terlalu muda (18 tahun). Di antara orang yang banyak mengkritiknya ialah Aiyasy bin Abu Rabi'ah ra. dia berkata: "Bagaimana Rasuluilah mengangkat anak muda yang belum berpengalaman ini, padahal banyak lagi pemuka-pemuka kaum Muhajirin yang pernah memimpin perang". karena itulah banyak desas-desus yang memperkecilkan kepemimpinan Usamah ra. Umar bin Al-Khatthab ra. menolak pendapat tersebut serta menjawab keraguan orang ramai. Kemudian dia menemui Rasulullah SAW serta memberitahu tentang apa yang dikatakan orang ramai tentang Usamah. Beliau SAW sangat marah, lalu memakai sorbannya dan keluar ke masjid. Bila orang ramai sudah berkumpul di situ, beliau naik mimbar, memuji-muji Allah dan mensyukurinya, lalu berkata: "Amma ba'du! Wahai sekalian manusia! Ada pembicaraan yang sampai kepadaku mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, jika kamu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap Usamah, maka sebenarnya kamu juga dahulu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap ayahnya, yakni Zaid. Demi Allah, si Zaid itu memang layak menjadi panglima perang dan puteranya si Usamah juga layak menjadi panglima perang setelahnya. Kalau ayahnya si Zaid itu sungguh sangat aku kasihi, maka puteranya juga si Usamah sangat aku kasihi. Dan kedua orang ini adalah orang yang baik, maka hendaklah kamu memandang baik terhadap keduanya, karena mereka juga adalah di antara sebaik-baik manusia di antara kamu!".

Sesudah itu, beliau turun dari atas mimbar dan masuk ke dalam rumahnya, pada hari Sabtu, 10 Rabi'ul-awal. Kemudian berdatanganlah kaum Muhajirin yang hendak berangkat bersama-sama pasukan Usamah itu kepada Rasulullah SAW untuk mengucapkan selamat tinggal, di antaranya Umar bin Al-khatthab ra. dan Rasulullah SAW terus mengatakan kepada mereka: "Biarkan segera Usamah berangkat! Seketika itu pula Ummi Aiman ra. (yaitu ibu Usamah) mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata: "Wahai Rasulullah! Bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya, sehingga engkau merasa sehat, karena, jika Usamah ra. berangkat juga dalam keadaan seperti ini, tentulah dia akan merasa bimbang dalam perjalanannya!". Tetapi Rasulullah SAW tetap mengatakan: "Biarkan segera Usamah berangkat!".

Orang ramai sudah berkumpul di perkemahan pasukan Usamah itu, dan mereka menginap di situ pada malam minggu itu. Usamah datang lagi kepada Rasulullah SAW pada hari Ahad dan Beliau SAW terlalu berat sakitnya, sehingga mereka memberikannya obat. Usamah menemui Beliau sedang kedua matanya mengalirkan air mata. Ketika itu Al-Abbas berada di situ, dan di sekeliling Beliau ada beberapa orang kaum wanita dari kaum keluarganya. Usamah menundukkan kepalanya dan mencium Rasulullah SAW sedang Beliau tidak berkata apa-apa, selain mengangkat kedua belah tangannya ke arah langit serta mengusapkannya kepada Usamah. Berkata Usamah: "Aku tahu bahwa Rasulullah SAW mendoakan keberhasilanku. Aku kemudian kembah ke markas pasukanku". "Pada besok harinya, yaitu hari Senin, aku menggerakkan pasukanku sehingga kesemuanya telah siap untuk berangkat. Aku mendapat berita bahwa Rasulullah SAW telah segar sedikit, maka aku pun datang sekali lagi kepadanya untuk mengucapkan selamat tinggal, kata Usamah". Beliau berkata kepadaku: "Usamah! Berangkatlah segera dengan diliputi keberkatan dari Allah!". Aku lihat isteri-isterinya cerah wajah mereka karena gembira melihat beliau sedikit segar pada hari itu. Kemudian datang pula Abu Bakar ra. dengan wajah yang gembira, seraya berkata:"Wahai Rasulullah! Engkau terlihat lebih segar hari ini, Alhamduillah. Hari ini hari pelangsungan pernikahan puteri Kharijah, izinkanlah aku pergi". Maka Rasulullah SAW mengizinkannya pergi ke Sunh (sebuah perkampungan di luar kota Madinah), Usamah ra. pun kembali kepada pasukannya yang sedang menunggu penntahnya untuk bergerak, dan dia telah memerintahkan siapa yang masih belum berkumpul di markasnya supaya segera datang karena sudah tiba waktunya untuk bergerak.

Belum jauh pasukan itu meninggalkan Jaraf, tempat markas perkemahannya, datanglah utusan dari Ummi Aiman memberitahukan bahwa Rasulullah SAW telah kembali ke rahmatullah. Usamah segera memberhentikan pergerakan pasukan itu, dan segera menuju ke kota Madinah bersama-sama dengan Umar ra. dan Abu Ubaidah ra. ke rumah Rasulullah SAW dan mereka mendapati beliau telah meninggal dunia. Beliau wafat ketika matahari tenggelam pada hari Senin malam 12 Rabi'ul-awal. Kaum Muslimin yang bermarkas di Jaraf tidak jadi berangkat ke medan perang, lalu kembali ke Madinah. Buraidah bin Al-Hashib yang membawa bendera Usamah, lalu menancapkannya di pintu rumah Rasulullah SAW. Sesudah Abu Bakar ra. diangkat menjadi Khalifah Rasulullah SAW dia telah menyuruh Buraidah ra. mengambil bendera perang itu dan menyerahkan kepada Usamah, dan supaya tidak dilipat sehingga Usamah memimpin pasukannya berangkat ke medan perang Syam. Berkata pula Buraidah: "Aku pun membawa bendera itu ke rumah Usamah , dan pasukan itu pun bergerak menuju ke Syam". Setelah selesai tugas kami di Syam, kami kembali ke Madinah dan bendera itu terus saya tancapkan di rumah Usamah sehingga Usamah meninggal dunia.

Apabila berita wafatnya Rasulullah SAW sampai kepada kaum Arab, sebagian mereka telah murtad keluar dari agama Islam. Abu Bakar ra. memanggil Usamah lalu menyuruhnya supaya menyiapkan diri untuk berangkat memerangi bangsa Romawi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW sebelum wafatnya dahulu. pasukan Islam mulai berkumpul lagi di Jaraf di perkemahan mereka dulu. Buraidah ra. yang diamanahkan untuk memegang bendera perang telah berada di markasnya di sana. Tetapi para pemuka kaum Muhajirin yang terutama, seperti Umar, Usman, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Said bin Zaid dan lainnya mereka telah datang kepada Khalifah Abu Bakar ra. seraya berkata: "wahai Khalifah Rasulullah! Sesungguhnya kaum Arab sudah mula memberontak, dan adalah tidak wajar engkau akan membiarkan pasukan Islam ini meninggalkan kami pada masa ini. Bagaimana kalau engkau pecahkan pasukan ini menjadi dua. Yang satu untuk engkau kirimkan kepada kaum Arab yang murtad itu untuk mengembalikan mereka kepada Islam, dan yang lain engkau pertahankan di Madinah untuk menjaganya, siapa tahu kalau-kalau ada yang datang untuk menyerang kita dari mereka itu. Kalau tidak, maka yang tinggal di sini hanya anak-anak kecil dan wanita saja, bagaimana mereka dapat mempertahankannya? Seandainya engkau menangguhkan memerangi kaum Romawi itu, sehingga keadaan kita dalam negeri aman, dan kaum Arab yang murtad itu kembali ke pangkuan kita, ataupun kita kalahkan mereka terlebih dahulu, kemudian kita mengirim pasukan kita untuk memerangi bangsa Romawi itu, bukankah itu lebih baik?! Kita pun tidak merasa bimbang dari bangsa Romawi itu untuk datang menyerang kita pada masa ini!. Abu Bakar ra. hanya mendengar bermacam-macam pandangan dari para pemuka Muhajirin itu.

Setelah selesai mereka berkata, maka Abu Bakar ra. bertanya lagi: Adakah yang mau memberikan pendapatnya lagi, atau kamu semua telah memberikan pendapat kamu?! jawab mereka: "Kami sudah berikan apa yang harus kami sampaikan!". "Baiklah, kalau begitu. Saya telah dengar semua apa yang hendak kamu katakan itu", ujar Abu Bakar. Demi jiwaku yang berada di tangannya! Kalau aku tahu bahwa aku akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku tetap akan mengutus pasukan ini ke tujuannya, dan aku yakin bahwa dia akan kembali dengan selamat. Betapa tidak, sedang Rasulullah SAW yang telah diberikan wahyu dari langit telah berkata: "Berangkatkan segera pasukan Usamah". Tetapi ada suatu hal yang akan aku beritahukan kepada Usamah sebagai panglima pasukan itu. Aku minta darinya supaya memembiarkan Umar tetap tinggal di Madinah untuk membantuku di sini, karena aku sangat perlu kepada bantuannya. Demi Allah, aku tidak tahu apakah Usamah setuju atau tidak. Demi Allah, jika dia enggan membenarkan sekalipun, aku tidak akan memaksanya! Kini tahulah para pemuka Muhajirin itu, bahwa khalifah mereka yang baru itu telah berazam sepenuhnya untuk mengirim pasukan Islam, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW sebelumnya.

Abu Bakar ra. lalu pergi ke rumah Usamah ra., dan memintanya agar membiarkan Umar ra. tinggal di Madinah untuk membantunya. Usamah ra. setuju. Untuk meyakinkan dirinya, maka Abu Bakar ra. berkata lagi: "Benar engkau mengizinkannya dengan hati yang rela?" Jawab Usamah: "ya!". Khalifah Abu Bakar ra. lalu mengeluarkan perintah supaya tidak ada seorang pun mengelakkan dirinya dari menyertai pasukan Usamah itu sesuai dengan perintah Rasulullah SAW sebelum wafatnya. Dia berkata lagi: "Siapa saja yang melewatkan dirinya untuk keluar, niscaya aku akan menyuruhnya mengejar pasukan itu dengan berjalan kaki". Kemudian Abu Bakar ra. memanggil orang-orang yang pernah mengecil-ngecilkan pengangkatan Usamah sebagai panglima perang, dan memarahi mereka serta menyuruh mereka ikut keluar bersama-sama pasukan itu, sehingga tiada seoran pun yang berani memisahkan dirinya. Apabila pasukan itu sudah mulai bergerak, Abu Bakar ra. datang untuk mengucapkan selamat berangkat kepada mereka. Usamah mendahului para sahabatnya dari Jaraf, dan mereka kurang lebih 3,000 orang, di antaranya ada 1,000 orang yang menunggang kuda. Abu Bakar ra. berjalan kaki di sisi Usamah ra. untuk mengucapkan selamat jalan kepadanya: "Aku serahkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan kesudahan amalmu! Sesungguhnya Rasulullah SAW sudah berpesan kepadamu, maka laksanakanlah segala pesannya itu, dan aku tidak ingin menambah apa-apa pun, tidak akan menyuruhmu apa pun atau melarangmu dari apa pun. Aku hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Rasuluflah SAW saja".

Usamah ra. dan pasukannya maju dengan cepat. Dia telah melalui beberapa negeri yang tetap mematuhi Madinah dan tidak keluar dari Islam, seperi Juhainah dan lainnya dari suku kaum Qudha'ah. Apabila dia tiba di Wadilqura, Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah, dikenal dengan nama Huraits. Dia maju meninggalkan pasukan itu, hingga tiba di LThna dan dia coba mendapatkan berita di sana, kemudian dia kembali secepatnya dan baru bertemu dengan pasukan Usamah sesudah berjalan selama dua malam dari Ubna itu. Huraits lalu memberitahu Usamah, bahwa rakyat di situ masih belum berbuat apa-apa. Mereka belum berkumpul untuk menentang pasukan yang mereka, dan mengusulkan supaya pasukan Usamah segera menggempur sebelum mereka dapat mengumpulkan pasukan.

(Ibnu Asakir: At-Tarikh 1:120, Kanzul Ummal 5:312. Fathul Bari 8:107)

http://azharjaafar.blogspot.com/2008/08/usamah-ra-sebagai-panglima.html

Surat Balasan Heraklius




Di dalam versi yang dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dan Abu Ya'la dari Said bin Abu Rasyid, katanya: Aku pernah menemui orang Tanukhi (dari negeri Tanukh) yang menjadi utusan Heraklius kepada Rasulullah SAW di Himsh (Syam), dan ketika itu dia seorang yang sudah sangat tua, dan dia tetanggaku maka aku berkata kepadanya:


"Bolehkah engkau ceritakan kepadaku tentang surat kiriman Heraklius kepada Nabi SAW dan surat Beliau yang dikirimkan kepada Heraklius", aku membujuknya. "Boleh", jawabnya singkat. Orang tua itu lalu bercerita, katanya: Bila Rasulullah SAW tiba di Tabuk, Beliau mengutus Dihyah Al-Kalbi ra. kepada Heraklius, pembesar Romawi. Apabila surat Rasulullah SAW itu sampai ke tangan Heraklius, dipanggilnya semua rahib-rahib gereja dan pendetanya. Bila semua mereka telah hadir ditutupnya semua pintu-pintu, dan tinggallah kami bersama dengannya.



Heraklius berkata: "Utusan ini datang kepada kita, sebagaimana kamu sekalian melihatnya, dan dia menyeruku untuk memilih salah satu dari tiga perkara berikut: Dia menyeruku untuk mengikuti agamanya, ataupun membayar upeti Jizyah dari hasil negeri kita, sedang negeri ini tetap di bawah kekuasaan kita, ataupun kita menemui mereka di medan perang! Demi Allah, kamu semua telah mengetahui dari apa yang kamu baca di dalam kitab-kitab kamu, bahwa kamu akan dikalahkannya. Maka lebih baiklah, kita mengikut agamanya, ataupun kita berikan saja upeti dari hasil harta kita"! Semua yang berkumpul di situ tidak senang dengan kata-kata Heraklius itu, muka mereka merah padam kerana marah.



Mereka berkata: "Apakah engkau mengajak kita untuk meninggalkan agama Kristen, supaya kita menjadi hamba kepada si orang badui yang datang dari negeri Hijaz itu?" Heraklius terkejut mendengar tentangan keras dari ahli-ahli agama itu. Dia kini yakin, bila mereka keluar dari pertemuan itu, tentu mereka akan sebarkan berita itu di luar kepada penguasa-penguasa negara, dan tentulah dia akan diturunkan dari kerajaannya. Maka segeralah dia berkelit: "Eh, nanti dulu! Jangan terburu nafsu!" kata Heraklius mempertahankan dirinya. "Sebenarnya aku katakan begitu hanya untuk menguji pendirian kamu, apakah kamu tetap teguh atas agama kamu itu?!" sambungnya lagi.



Kemudian Heraklius memanggil seorang Arab berbangsa Tujib yang memang menganut agama Nasrani dari kaum Arab Kristen, lalu dia memerintahkan: "Tolong carikan bagiku", kata Heraklius, "seorang yang pandai berbicara bahasa Arab, yang lidahnya lidah orang Arab. Bawa dia ke mari untuk membawa surat jawabanku kepada si orang badui itu".



Berkata orang tua dari Tanukhi itu memberitakan peristiwa lama yang dialaminya, katanya: "Aku pun dibawa kepada Heraklius lalu dia menyerahkan kepadaku sepucuk surat yang ditulis di atas tulang, lalu dia berkata pula: "Bawalah suratku ini kepada orang yang mengaku Nabi itu", kata Heraklius. "Tetapi dengar baik-baik apa yang dikatakannya, dan ingat tiga hal berikut ini, jika dia sebutkan.



Perhatikan jika dia menyebut sesuatu tentang surat yang dikirimkan kepadaku, dengar apa komentarnya? Perhatikan bila dibacakan suratku kepadanya, apakah dia akan menyebut perkataan malam! atau tidak? Dan yang terakhir, coba berusaha sampai engkau dapat melihat di belakang tubuhnya, adakah suatu tanda yang menarik perhatianmu?! Ingat baik-baik tiga perkara ini, dan beritahu apa yang engkau lihat kepadaku!" pesan Heraklius dengan hati-hati.



Aku pun berangkat pergi membawa surat Heraklius itu, hingga aku tiba di Tabuk. Di situ aku bertanya kepada para sahabatnya: "Di mana ketua kamu, yang dikatakan Nabi?" tanyaku. "Di sana itu! Yang sedang duduk dikelilingi orang", jawab mereka. Aku lihat Nabi SAW itu sedang duduk di tepi takungan Air, di mana dia telah dikelilingi oleh para sahabatnya. Aku pun maju ke depan, lalu mereka memberikanku tempat di depannya, bila diketahuinya aku datang sebagai utusan dari Heraklius. Aku pun menyerahkan surat itu kepadanya, dan diletakkan surat itu di atas pangkuannya.



Kemudian dia berkata kepadaku: "Dari mana engkau?" "Aku orang Tanukh!" jawabku. "Maukah engkau kembali kepada agama yang suci dari kepercayaan nenek moyang kamu Ibrahim (AS)?" tanya Nabi SAW kepadaku. "Aku ini utusan sebuah negara dan menganut agama negara itu, tidaklah wajar aku mengubah agamaku ini sehinggalah aku kembali kepada mereka dulu!" jawabku dengan jujur. "Memang benar Tuhan telah mengatakan: Sesungguhnya engkau, hai Muhammad, tidak mampu memberikan petunjuk kepada siapa yang engkau suka, akan tetapi Allah-lah yang akan memberikan petunjuk itu kepada siapa yang disukai-Nya, dan Dia adalah lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk itu!" Nabi SAW terlihat kesal sekali, apabila orang menolak untuk menerima Islam. Aku berdiam diri saja, tidak tahu apa yang mesti aku katakan lagi.



"Hai saudara dari Tanukh!" tiba-tiba Nabi SAW menyeruku. "Aku telah menulis surat kepada Kisra (Pembesar Parsi), lalu suratku dikoyak-koyakkannya, kelak Allah akan mengoyak-ngoyakkannya dan kerajaannya", Nabi SAW berdiam sebentar. Kemudian menyambung lagi: "Dan aku menulis surat kepada Pembesarmu, maka dia masih ragu-ragu lagi, dan orang ramai masih boleh membuat alasan (tidak tahu) selama kehidupan mereka aman tenteram". Nabi SAW berhenti sebentar.



Mendengar ucapan Beliau tadi aku berkata kepada diriku: Nah, salah satu dari tiga yang dipesan oleh Heraklius supaya aku ingat baik-baik. Aku pun keluarkan sarung isi panahku, lalu aku catat pada kulitnya. Kemudian Beliau menyerahkan surat Heraklius itu kepada seorang yang duduk di kirinya untuk dibacakannya. Aku lalu membisik orang yang di sebelahku bertanya: "Siapa dia orang yang akan membaca surat Heraklius itu?" "Mu'awiyah!" jawab mereka.



Tiba-tiba dalam surat pembesarku Heraklius ada sebutan mengajak ke syurga yang luasnya seluas petala langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa". Kemudian ada bertanya: "Di mana letaknya neraka? Bila mendengar saja bunyi pertanyaan itu, Nabi SAW pun menjawab: "Subhanallah!, ajaib sekali pertanyaan ini?!" ujar Nabi SAW "Jadi di manakah malam bila datang siang?!" tanya Beliau. Aku berkata pada diriku: Ini satu lagi dari ucapan Beliau yang mesti aku catat. Beliau telah menyebut malam, yang mesti aku sampaikan kepada Heraklius nanti. Sesudah selesai dibacakan kepada Beliau surat yang aku bawa itu, Beliau lalu berkata kepadaku: "Engkau patut diberi hadiah kerana engkau utusan kepada kami", ujar Beliau. "Kalau kami ada hadiah, tentu kami akan berikan kepadamu. Akan tetapi kami sekalian adalah orang-orang musafir yang memyimpan bekal yang terbatas", jelas Beliau.



Tiba-tiba terdengar suatu suara dari hadapan Beliau, suara salah seorang sahabatnya: "Aku yang akan memberikannya hadiah, jika engkau benarkan, ya Rasulullah!" Orang itu lalu mengeluarkan dari bungkusannya sepasang pakaian kuning dan diletakkannya di pangkuannya. Lalu aku bertanya ingin tahu: "Siapa yang menghadiahkanku pakaian ini?" "Usman!" jawab mereka. Kemudian Rasulullah SAW berkata pula: "Siapa suka menerima orang ini sebagai tamunya?" "Saya!" kata seorang pemuda dari kaum Anshar. Orang Anshar itu pun bangun mengajak aku pergi.



Apabila aku hampir meninggalkan majlis Nabi SAW itu, Beliau memanggilku pula seraya berkata: "Hai saudara dari Tanukh!", kata Nabi SAW. Aku pun segera mendekatinya sehingga aku berdiri di sisinya. Beliau lalu menarik pakaiannya sehingga terbuka bagian belakangnya, sambil berkata kepadaku: "Mari ke sini, tunaikanlah tugasmu, sebagaimana yang disuruh oleh tuanmu!" kata Beliau. Maka terlihatlah padaku apa yang bertanda di belakang badannya itu, yaitu semacam cap (khatamun-nubuwah) di bagian atas bahunya seperti tanda bulat



(Al-Haitsami: Ma'ma'uz-Zawa'id 8:235-236; Al-Bidayah Wan-Nihayah 5:15)

Dakwah Nabi Kepada Kaisar



Bazzar telah memberitakan dari Dihyah Al-Kalbi ra. katanya: Aku telah diutus oleh Rasulullah SAW dengan membawa sepucuk surat kepada Kaisar, Pembesar Romawi. Bila aku tiba di negerinya, aku terus mendatanginya, lalu aku serahkan surat itu kepadanya, sedang di sampingnya keponakannya yang berkulit merah, dan berambut lurus. Dia pun membaca surat itu yang berbunyi (Nas surat menyurat itu tersebut di dalam Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:83). "Dari Muhammad Utusan Allah, kepada Heraklius, Pembesar Romawi."

Mendengar bunyi surat itu, Pembesar Romawi mulai marah, lalu menyanggah: "Surat ini tidak boleh dibaca sekarang!" dia menyeringai. "Kenapa?" tanya Kaisar. "Dia memulai dengan namanya dulu sebelum engkau. Kemudian dia memanggilmu dengan pembesar Rom, bukan Maharaja Rom!". "Tidak", sambut Kaisar, "biar surat ini dibaca untuk diketahui isinya". Surat Nabi SAW itu terus dibacakan hingga selesai, dan setelah semua pengiring-pengiring Kaisar keluar dari majlisnya, aku pun dipanggil untuk masuk.

Bersamaan dengan itu dipanggilkan Uskup yang mengetahui seluk-beluk agama mereka. Kaisar lalu memberitahu Uskup itu, dan dibacakan sekali lagi surat itu kepadanya. "Inilah yang selalu kita tunggu-tunggu, dan Nabi kita Isa sendiri telah memberitahukan kita lama dulu!" jawab Uskup itu kepada Kaisar. "Apa pendapatmu yang harus aku buat?" tanya Kaisar kepada Uskup. "Kalau engkau tanya pendapatku, aku tentu akan mempercayainya dan akan mengikut ajarannya", jawab Uskup dengan jujur. "Tetapi aku jadi serba salah", kata Kaisar, "Jika aku ikut nasihatmu, akan hilanglah kerajaanku!".

Kami pun keluar meninggalkan tempat itu. Dan kebetulan sekali, waktu itu, Abu Sufyan bin Harb sedang berada di Rom. Abu Sufyan dipanggil oleh Kaisar ke istananya dan ditanyakan tentang diri Muhammad SAW itu.

"Coba engkau beritahu kami tentang orang yang mengaku Nabi di negerimu itu?" tanya Kaisar.

"Dia seorang anak muda", jawab Abu Sufyan.

"Bagaimana kedudukannya dalam pandangan masyarakat kamu, dia mulia?".

"Tentang kedudukannya dan keturunannya, memang tiada siapa yang melebihi kedudukan dan keturunannya!" jawab Abu Sufyan jujur.

"Ini tentulah tanda-tandanya kenabian." Kaisar berbisik-bisik kepada orang-orang yang di sampingnya.

"Bagaimana bicaranya, adakah dia selalu berkata benar?"

"Benar", jawab Abu Sufyan. "Dia memang tidak pemah berkata dusta".

"Ini lagi satu tanda-tandanya kenabian!" Kaisar terus berbisik-bisik kepada orang-orang yang mengiringnya itu. "Baiklah", kata Kaisar lagi. "Orang yang rnengikutnya dari rakyatmu itu, adakah dia meninggalkan agamanya, lalu kembali semula kepadamu?"

"Tidak", jawab Abu Sufyan.

"Ini lagi satu tanda-tandanya kenabian!" kata Kaisar pula. "Adakah terjadi peperangan di antara kamu dengannya?"

"Ada!" jawab Abu Sufyan.

"Siapa yang selalu menang?"

"Kadang-kadang dia mengalahkan kita, dan kadang-kadang kita mengalahkannya", jelas Abu Sufyan.

"Ini lagi satu tanda-tanda kenabian!" kata Kaisar Romawi itu.

Berkata Dihyah Al-Kalbi ra. seterusnya: Maka aku pun dipanggil oleh Kaisar Romawi itu, seraya dia berkata kepadaku: "Sampaikanlah berita kepada pembesarmu itu, bahwa aku tahu dia memang benar Nabi", dia menunjukkan muka yang sungguh benar dalam kata-katanya. "Tetapi apa daya", katanya lagi, "aku tak dapat buat apa-apa, kerana aku tidak bersedia ditumbangkan dari kerajaanku!" Kata Dihyah Al-Kalbi ra. yang menghayati semua peristiwa ini.

Adapun sang Uskup itu pula, maka ramailah orang yang datang ke gerejanya setiap hari Ahad. Dia terus menemui mereka dan menyampaikan semua ajaran Nasrani itu. Memang itulah kerjanya setiap hari Ahad. Tetapi apabila tiba hari Ahad sesudah pertemuan itu, dia terus berdiam di rumahnya, tiada mau keluar seperti biasanya. Sesudah perkenalan hari pertama, memang aku sering datang kepadanya untuk berbicara mengenai agama Islam, dan dia terus-menerus menanyakanku tentang Nabi SAW.

Ahad berikutnya, Uskup itu terus berdiam diri, dan orang ramai merasa kecewa menunggu, namun dia tidak datang juga. Maka datanglah orang ke rumahnya menanyakan kabar, maka dia minta diuzurkan kerana sakit. Hal serupa ini berlangsung sehingga berkali-kali, sehingga orang mencurigainya. Mereka lalu mengirim utusan kepada Uskup itu, memberikan peringatan kepadanya, jika tidak mau datang juga ke gereja untuk menyampaikan ajarannya, maka mereka akan datang beramai-ramai ke rumahnya dan akan membunuhnya, kerana mereka telah menyangka, bahwa sejak datangnya si orang Arab itu ke Rum, sikap Uskup telah banyak berubah.

Uskup Romawi itu pun memanggilku datang ke rumahnya. "Ini suratku, ambillah dan serahkan kepada pembesarmu itu", pesan Uskup itu dengan hati yang tidak tenang. "Sampaikan salamku kepadanya, dan beritahukan bahwa aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahawasanya Muhammad itu adalah Utusan Allah. Katakan juga, bahwa aku beriman dengannya, mempercayainya, dan menjadi pengikutnya. Dan kaumku telah mengingkari semua kata-kata dan nasihatku, kemudian engkau ceritakanlah pula apa yang engkau saksikan itu", pesan Uskup itu kepadaku. Apabila Uskup itu enggan datang ke gereja lagi, mereka marah, lalu mereka membunuhnya. (Al-Haitsami: Majma'uz-Zawa'id 8:236-237. Abu Nu'Alm pula meriwayatkan cerita yang sama, tetapi ringkas, dalam Dalaa'ilun-Nubuwah, hal. 121.)

Abdan memberitakan dari Ibnu Ishak yang menukil dari beberapa orang yang mengetahui peristiwa ini, katanya bahwa Heraklius berkata kepada Dihyah Al-Kalbi ra. "Celaka engkau, memang demi Allah, aku tahu bahwa pembesarmu itu adalah Nabi yang diutus, dan dialah orang yang kita tunggu selama ini, dan sifatnya tersebut di dalam kitab kami. Akan tetapi, apa daya, aku bimbang aku akan ditumbangkan dari kerajaanku. Kalau tidak kerana itu, tentu aku akan mengikutnya. Coba engkau pergi kepada Uskup kami dan jelaskan tentang perkara pembesarmu itu, kerana Uskup itu lebih dihormati orang dari hal agama dan bicaranya tentu lebih diterima!".

Maka Dihyah pun mendapatkan Uskup itu dan menceritakan berita yang dibawanya itu, maka setelah didengar semua berita itu, Uskup itu berkata: "Pembesarmu itu, demi Allah, adalah seorang Nabi yang diutus, kami mengetahuinya dengan sifat-sifatnya dan namanya!" Uskup itu lalu melepaskan pakaian gerejanya, dan menukarnya dengan pakaian serba putih. Dia pun keluar di khalayak ramai sambil mengisytiharkan penyaksiannya menjadi Islam. Orang ramai pun mengerumuninya dan membunuhnya. (Al-Ishabah 2:216)


http://azharjaafar.blogspot.com/2008/08/dakwah-nabi-kepada-kaisar.html