Belanda yang memang tidak pernah suka Islam, dengan politik pendidikannya saat itu senantiasa memanggil anak-anak muda Indonesia yang cerdas ke sana. Dididiknya di sana dan dikembalikan ke Indonesia untuk menduduki jabatan-jabatan politik yang penting. Atau mereka mendidik tokoh-tokoh bangsa di sini, untuk dijadikan 'pion' pemikiran-pemikiran mereka. Soekarno Hatta WR Soepratman dll terjebak dalam politik pendidikan Belanda ini.
Soekarno telah diincar oleh intelektual Belanda sejak umur belasan tahun
ketika belajar di Surabaya. Sayang Soekarno akhirnya lebih memilih
bacaan-bacaan komunis yang disediakan Belanda daripada buku-buku Islam
yang dikirim oleh ulama besar yang mendidik Mohammad Natsir, Ahmad
Hasan,
Soekarno memang termasuk jenius dalam politik. Tapi ia salah menempatkan
kejeniusannya. Bacaan-bacaan Karl Marx, Hegel, Sejarah Turki (Attaturk)
dan bacaan-bacaan lain yang terus menerus disodorkan
intelektual-intelektual Belanda menjadi santapannya. Hingga pemikiran
Marxisme akhirnya menjadi landasan berfikirnya. Dan itulah yang
menjadikan dia tidak setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia.
Maka tidak heran bila pagi-pagi buta itu ia mengajak Hatta untuk
menemui perwira Jepang, Laksamana Mayda.
Ingat jauh sebelum merdeka, Soekarno telah berdebat dengan Natsir dan
gurunya A Hasan tentang konsep negara. Soekarno menulis dengan
terang-terangan bahwa ia bangga dan kagum dengan Attaturk dan negara
sekuler. Sedangkan Natsir dan A Hasan teguh pendirian menyatakan bahwa
negara bila tidak diatur oleh Islam dan pemimpin-pemimpin yang
sepenuhnya berpegang teguh pada Islam, maka negara itu akan rusak
(sebagaimana kita saksikan pada negara kita yang sudah 66 tahun
merdeka).
Maka begitu ada kesempatan untuk menjadi merdeka Soekarno bersekongkol
dengan Jepang (mungkin juga intelijen Belanda ikut bermain. Wallaahu
a'lam) untuk menghapus Piagam Jakarta. Sejarah ini pahit, tapi begitulah
kenyataannya dan tentu keluarga Soekarno harus menerima ini dengan
terbuka, karena sejarah tidak boleh ditutup-tutupi. Apalagi ini
menyangkut sejarah bangsa yang sangat penting. Ingat kemerdekaan
Indonesia adalah hasil perjuangan mayoritas ulama-ulama Islam dan
santrinya. Dan hanya dengan teriakan Allahu Akbar Indonesia bisa menang
melawan Belanda, Jepang atau tentara sekutu. Bukan dengan teriakan
Pancasila. Bukankah Soekarno sendiri menyatakan : Jas Merah. jangan
Sekali-kali Tinggalkan Sejarah?
Maka perlu diungkap dengan gemblang apa yang dilakukan kelompok sekuler
di negeri ini ketika tiga hari menjelang kemerdekaan menculik Soekarno
Hatta. Dalam strategi politik tentu itu dibaca untuk melambungkan dua
tokoh itu agar nanti ketika memproklamirkan kemerdekaan diterima bangsa
ini. Sebagaimana Kemal Attaturk yang direkayasa Inggris cs menang perang
melawan 'penjajah' di Turki hingga kemudian melambung namanya pada
rakyat Turki.
Belanda, Jepang, tentara-tentara Sekutu (Inggris, AS cs) memang tidak
mau negara Indonesia tercinta ini dipimpin oleh tokoh-tokoh Islam yang
dididik oleh para ulama. Mereka maunya yang tampil memimpin negeri ini
adalah tokoh-tokoh sekuler hasil didikan mereka. Karena dengan mereka
diidik, mereka menjadi tahu karakter dan kepribadian tokoh itu sehingga
kemudian mereka dengan mudah menyetirnya. Baik secara langsung maupun
tidak langsuing.
Penjajah-penjajah kafir dalam sejarah imperialismenya tidak pernah puas
sebelum menguras kekayaan alam di negara itu atau menempatkan
orang-orangnya untuk dijadikan boneka pionnya. Bila boneka ini
mencoba-coba melawannya, maka dengan cepat akan digulingkannya. Dan
itulah yang terjadi pada Soeharto, presiden setelah Soekarno. Wallaahu
a'lam bish shawab. (Nuim Hidayat)
Sumber: http://www.eramuslim.com