“Departemen Luar Negeri Inggris, 2 November 1917. Lord Rothschild terhormat. Saya amat bahagia menyampaikan pada Anda, atas nama Pemerintah, pernyataan simpatik terhadap aspirasi orang-orang Yahudi dan Zionis yang telah diajukan kepada pemerintah dan disetujui kabinet…”
Sejarah
adalah guru yang paling baik. Kalimat-kalimat ini adalah potongan
kalimat pembukaan surat Menlu Inggris Arthur James Balfour yang
disampaikan kepada Lord Rothschild, pemimpin komunitas Yahudi Inggris,
untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis. Surat itu menyatakan posisi
yang disetujui pada rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa
pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana Zionis buat ‘tanah air’
bagi Yahudi di Palestina. Inilah inti kesepakatan pejanjian Balfour yang
dijadikan landasan legalitas keberadaan orang Yahudi mencaplok
Palestina bahkan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.
Saat
itu, sebagian terbesar wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan
Khilafah Turki Utsmani, dan batas-batas yang akan menjadi Palestina
telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot 16 Mei 1916
antara Inggris dan Prancis. Sebagai balasan untuk komitmen dalam
deklarasi itu, komunitas Yahudi akan berusaha meyakinkan Amerika Serikat
untuk ikut dalam Perang Dunia I. Itu bukanlah alasan satu-satunya,
karena sudah lama di Inggris telah ada dukungan bagi gagasan mengenai
‘tanah air’ Yahudi, dan waktunya tergantung pada kemungkinannya.
Sejak
penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina dimulai, maka sejak itu
pula penderitaan demi penderitaan dirasakan rakyat yang tidak berdosa.
Anak- anak sulit mendapatkan susu dan makanan yang bergizi, kehidupan
kaum wanita tertekan, rumah dan bangunan banyak yang dihancurkan
penjajah Zionis Israel, rakyat Palestina di bunuh secara sadis, diusir
dari kampung halamannya, sehingga mereka banyak yang mengungsi untuk
menyelamatkan iman dan kemuliannya.
Sekarang
diperkirakan ada 5 juta pengungsi di seluruh dunia atau 70 persen dari
total populasi Palestina. Lebih dari dua pertiga dari total pengungsi
Palestina terdaftar di bawah UNRWA (UN Relief and Works Agency)
dan sepertiga di antaranya tinggal di 59 kamp pengungsi yang tersebar
di seluruh Tepi Barat, Jalur Gaza, Lebanon, Syria dan Jordan. Lebih dari
80 persen pengungsi menetap sekitar 100 km dari kamp dan kota asal
mereka.
Rangkaian
keji berikutnya adalah deklarasi berdirinya negara Israel di atas tanah
Palestina. Berdirinya Israel diproklamirkan David Ben Gurion, yang
kemudian menjadi Perdana Menteri Israel pertama (1948-1953), tepatnya
terjadi pada tanggal 14 Mei 1948 pukul 16. 00 waktu setempat. Itulah
pengumuman resmi dimulainya penjajahan babak baru yang dilakukan zionis
Israel sebagai kelanjutan penjajahan Inggris atas tanah Palestina.
Berdirinya
“Negara Israel” merupakan hasil konspirasi musuh-musuh Islam terhadap
kaum muslimin di Palestina khususnya dan masjid Al-Aqsha, kiblat umat
Islam yang pertama. Terbukti hanya berselang 10 menit setelah proklamasi
“kemerdekaan Israel”, Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman
langsung mengumumkan sikap resmi negaranya dengan mengakui dan mendukung
berdirinya “Negara Israel”, serta langsung membuka hubungan diplomatik
secara resmi.
Hari
Jum’at, 2 November 2007, adalah bertepatan dengan lewatnya 90 tahun
perjanjian Balfour yang menjadi petaka bagi Muslim Palestina.
Memperingati perjanjian Balfour yang menjadi pemicu kesengsaraan panjang
rakyat Palestina, Hamas menyerukan pemboikotan terhadap konferensi
musim gugur yang akan diselenggarakan AS di Annapolis, Maryland.
Dalam
pernyataan persnya, Hamas yang memperingati 90 tahun perjanjian petaka
Balfour menuliskan, “Rakyat Palestina akan tetap pada garis
pertahanannya semula, dan memilih perlawanan menyala di hadapan perampok
penjajah Zionis. Palestina adalah tanah air yang memiliki akar bangsa
Arab dan Islam.
”Hamas
juga meminta dunia internasional turut bertanggung jawab secara
historis dan moral terhadap semua dampak akibat perjanjian Balfour, yang
merupakan skenario Inggris. Menurut Hamas, semua bentuk kejahatan, baik
pengusiran, pembunuhan, penangkapan, penyiksaan oleh tangan penjajah
Zionis yang keji adalah rentetan akibat perjanjian Balfour. Dan
karenanya, Hamas meminta dunia internasional meluruskan kesalahan fatal
dalam sejarah ini dengan tidak mengulanginya kembali.
Hamas
tegas menyatakan akan melanjutkan perlawaan bersenjata mengusir
penjajah Zionis Israel dan melalui berbagai cara untuk mengembalikan
hak-hak rakyat Palestina. Hamas menegaskan tidak akan mundur dari medan
perlawanan bersenjata kecuali setelah semua hak Palestina dikembalikan
dan negara Palestina berdiri. (M. Lili Nur Aulia)