Pada awal pecahnya PD I, tidak banyak yang mengenal Mustafa Kemal.
Hanya saja setelah keikutsertaannya dalam Pertempuran Ana Forta 1915
namanya mulai dikenal luas. Ia dikenal sebagai pemuja Inggris, membenci
Jerman dan menentang pemikiran-pemikiran Islam. Keinginannya sangat kuat
untuk meruntuhkan Daulah Utsmani sehingga ia melakukan berbagai
konspirasi dengan bantuan Inggris. Kebenciannya kepada Daulah Utsmani
akibat didikan sebuah perkumpulan mahasiswa nasionalis yang fanatik
bernama “Vatan” atau “Tanah Air” yang bersumpah akan mengganti Daulah
Utsmani menjadi Republik.
Konspirasi pertama: Musthafa membujuk negarawan,
para perwira dan politisi untuk menarik mundur dari PD I, meninggalkan
persekutuannya dengan Jerman dan membuat kerjasama dengan Inggris. Dia
menyebarkan pesimisme bahwa negara tidak mampu mengalahkan Blok Sekutu
terutama Inggris bahkan disaat-saat Rusia dan Prancis-sebagai kolega
Inggris berada dalam posisi sulit akibat serangan Jerman. Karena
menyebarkan mosi tidak percaya itulah akhirnya Daulah membuang Kemal ke
wilayah Kaukasus selama satu tahun. Meskipun demikian, Musthafa tetap
meluaskan pemikirannya dengan melakukan provokasi-provokasi.
Bersama seorang perwira bernama Mayor Yaqub Jamil Beik, Musthafa
berkomplot untuk menjatuhkan pemerintah. Namun konspirasi ini
tersingkap. Yaqub Jamil dan kawan-kawannya dihukum mati. Berita tersebut
sampai kepada Musthafa dari Dr.Hilmi Beik, salah seorang anggota
konspirasi yang berhasil kabur dari Istanbul ke Kaukasus untuk meminta
perlindungan dari Musthafa. Pemerintah Utsmani semakin yakin bahwa
Musthafa memiliki keinginan kuat untuk merebut kekuasaan.
Konspirasi Kedua: tahun 1917 Inggris berhasil
menduduki Baghdad dan segera bergerak menuju Mosul. Pemerintah dan
rakyat Daulah risau. Akhirnya, Anwar Pasha dicopot dari kedudukannya
sebagai Menteri Perang dan digantikan oleh Jenderal Erich Van Falkenhein
yang berkewarganegaraan Jerman. Kebencian Musthafa semakin bertambah
karena Daulah Utsmani menempatkan seorang Jerman sebagai panglima
tertinggi. Semua strategi dan rencana serangan dikritiknya dengan kasar.
Karena tidak mendapat dukungan kecuali dari Jamal Pasha, Musthafa pergi
keluar kota menyusun kekuatan baru.
Konspirasi ketiga: 3 Juli 1918, Sultan Muhammad
Rashad meninggal dunia dan tahta kesultanan diserahkan kepada Muhammad
Wahiduddin yang dikenal dengan Muhammad 5. Musthafa menganggap ini
kesempatan baginya untuk merebut kekuasaan karena sebelumnya Musthafa
telah melakukan komunikasi yang baik dengan Wahiduddin. Musthafa pun
menghadap sultan secara pribadi dan memaparkan pandangannya. Dua kali
pertemuan tidak membuahkan hasil apapun bahkan Sultan mengusir Musthafa.
Namun kurang dari dua pekan, secara mengejutkan Sultan memanggil
Musthafa dan menunjuknya sebagai komandan front Suriah.
Dia tiba di Suriah pada akhir Agustus 1918. Tanggal 19 September,
Inggris mulai menyerang Suriah. Karena itu, Musthafa menarik mundur
pasukannya sampai ke sungai Jordan menuju gurun hingga ke Damaskus.
Panglima tertinggi Sanders memerintahkannya membuat garis pertahanan,
tetapi perintah itu ditolaknya. Dia justru menyarankan agar pasukan
terus mundur sejauh 100 mil ke arah Allepo dan meninggalkan seluruh
wilayah Suriah dengan dalih agar dapat memblokade jalan ke arah Turki.
Jenderal Sanders menolak usulan tersebut, tapi Musthafa bersikeras bahwa
Suriah ada dalam tanggung jawabnya. Kemudian Musthafa mengeluarkan
perintah untuk segera menghentikan konfrontasi dengan musuh dan bersiap
evakuasi besar-besaran ke Allepo. Ringkasnya, Musthafa Kemal membiarkan
Inggris memasuki Suriah tanpa perlawanan. Sementara di Istanbul, Sultan
mengabulkan permintaan Musthafa untuk membentuk kabinet baru yang berisi
orang-orang yang dia rekomendasikan.
Pemberontakan Musthafa Kemal
PD I berakhir dengan kemenangan pihak sekutu. Sebagai pihak yang
kalah, wilayah Khilafah Utsmaniyah dipecah belah sesuai kepentingan
Inggris sehingga Libanon, Suriah, Irak, Palestina, Jordania Timur, Hijaz
dan Yaman tidak lagi berada dibawah bendera Khilafah Utsmaniyah tetapi
dibawah kendali Inggris dan sekutunya. Meskipun wilayahnya menyempit,
institusi Khilafah di Turki masih diakui. Inggris memusatkan permainan
politiknya di Turki dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah dan
menghancurkan Khilafah.
Kabinet baru rekomendasi Musthafa berisi para pembelot pemerintah
seperti Izzat Pasha dan Taufiq Pasha. Keberadaan pengkhianat-pengkhianat
itu memudahkan Inggris mengintervensi politik Daulah Utsmaniyah.
Bersama-sama Inggris, Musthafa membubarkan parlemen, melumpuhkan
pemerintah dan memperlakukan Khalifah layaknya seorang tahanan. Musthafa
melakukan aksinya secara rahasia dengan terus berpura-pura setia kepada
Khalifah. Hal ini karena rakyat Utsmaniyah dan sebagian besar pejabat
pemerintah menilai Khalifah adalah kedudukan sakral dan harus dijaga
kesakralannya. Karena tipu muslihat ini akibatnya banyak mata tertuju
pada Musthafa Kemal untuk mengusir penjajah Inggris, meski tetap menaruh
kecurigaan karena telah mengenal pemikiran-pemikiran Musthafa.
Maret 1920, Inggris berhasil menduduki Istanbul. Lalu Musthafa Kemal
mendirikan struktur negara baru di Ankara. Ia mendirikan lembaga
kemiliteran dan beberapa departemen, menyiapkan Ankara sebagai pusat
pemerintahan dan ibu kota negara. Walaupun dibawah tekanan, Sultan
mengirim pasukan untuk menghancurkan pemerintahan Ankara. Ternyata
kesetiaan rakyat kepada Khalifah masih tetap kuat. Para politisi dan
perwira mengingatkan Musthafa untuk tidak mengapus Khilafah. Jenderal Katsim Qura Barkir Pasha, salah seorang pendukung Sultan berkata, “Saya
bersumpah akan menghalangi setiap upaya yang dilakukan untuk mengubah
bentuk negara dari Kesultanan menjadi republik, semahal apapun
pengorbanannya.”
Pemerintah Ankara semakin mendapat sorotan dan dukungan Barat,
sementara posisi Istanbul melemah. Ditengah kondisi tersebut, sekutu
sebagai pihak pemenang PD I mengundang Istanbul dan Ankara untuk
menghadiri Perundingan Lausanne yang muaranya untuk menghilangkan
dualisme kepemimpinan di Turki. Lalu dimulailah upaya untuk menghapus
Khilafah sekaligus perjuangan untuk mempertahankannya.
20 November 1922, Perjanjian Lausanne menegaskan pemberian kemerdekaan kepada Turki dengan 4 syarat:
1. Penghapusan Khilafah secara total
2. Pengusiran Khalifah sampai keluar batas negara
3. Penyitaan kekayaan Khalifah
4. Pernyataan sekularisasi negara
1. Penghapusan Khilafah secara total
2. Pengusiran Khalifah sampai keluar batas negara
3. Penyitaan kekayaan Khalifah
4. Pernyataan sekularisasi negara
Perundingan ini disepakati secara sepihak karena pemerintah Ankara hadir atas nama Khilafah Utsmaniyah.
29 Oktober 1923, Musthafa menyatakan pendirian negara republik Turki.
1 Maret 1924 ia berpidato tentang pentingnya penghapusan Khilafah. Lalu
secara sepihak, pada 3 Maret 1924 Majelis Nasional mengumumkan
penghapusan Khilafah dan pemisahan agam dari urusan-urusan kenegaraan.
Malamnya, Musthafa mengusir Sultan Abdul Majid dari Turki dan
mendeportasi seluruh keluarganya.
Sejak saat itu, peran agama dihapuskan dan wakaf kaum muslim menjadi
milik negara, sekolah agama diubah menjadi sekolah umum, jilbab dan
kerudung dilarang dan diganti dengan pakaian wanita ala Eropa, bahasa
Arab dihapus sebagai bahasa negara dan diganti dengan bahasa Turki
bahkan adzan menggunakan bahasa Turki.
Demikianlah pengkhianatan Mustafa Kemal Pasha terhadap Islam dan kaum
muslimin dalam meruntuhkan Khilafah. Saat itu Curzon, Menteri Luar
Negeri Inggris mengatakan “Yang penting kita telah menghancurkan Turki
dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan
kekuatan spiritual mereka, yaitu Khilafah dan Islam.”
http://fitriaosin.wordpress.com/tag/perjanjian-lausanne/