Searching...

Tragedi seorang USTAD




semoga berkenan dan bermanfaat ...

"jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
batu dan manusia!" (ayat)

Satriyo

--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können.
>> al-Ra'd [13]: 28


Tragedi Kiyai Liberal, Akhir Hayatnya Memilukan

“Apa!? kamu hamil?!” Pak tua itu terbelalak mendengar pengakuan putri
bungsu yang dicintainya. Dia langsung berdiri dan memburu ke arah sang
putri, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, siap mendaratkan tamparannya,
tapi...

“Jangan Paa... sabaar..!” istrinya menjerit sambil berusaha menghalangi
dengan memeluk erat tubuh gadis kesayangannya. Sang bapak pun mengurungkan
niatnya, tapi nampak jelas kemarahan dan kekecewaan luar biasa menguasai
dirinya. Tubuhnya bergetar, matanya merah melotot, menatap tajam ke arah
putrinya.

“Siapa!? Siapa yang berbuat kurang ajar begini, hah??” bentaknya tiba-tiba.

Sang putri hanya terdiam, terisak dan menyembunyikan wajahnya dalam pelukan
sang ibu.

“Ya Allahhh… kenapa ini terjadi pada keluargakuu..?? Aku yang ditokohkan
orang sebagai cendekiawan muslim terkemuka di negeri ini, hanya membesarkan
seorang pelacur!!!” Orang tua itu mengeluh dan mengomel seolah ingin
memuntahkan seluruh kekesalan dan kekecewaan dari ubun-ubunnya. Sementara,
sambil terus memeluk anaknya, sang istri berusaha menenangkan suasana.

“Istigfar Paa, siapa sih yang pelacur? Anak kita kan hanya korban…” belum
selesai si istri berbicara, “Korban apa? Wong dia sengaja melakukannya!!!”
Pak tua yang masih kesal itu kini bertambah marah mendengar istrinya
berusaha membela sang anak.

Suasana langsung hening, sang istri hanya menunduk, tidak mampu berkata
apa-apa. Sejenak kemudian lelaki tua itu menarik kursi ke arah istri dan
anaknya yang masih saling berpelukan, dan menghempaskan tubuhnya yang mulai
renta itu.

“Ufhhh…, kenapa kau lakukan ini, Nak?” nada bicaranya nampak mulai menurun.
Lalu dia menunduk sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan keriputnya,
seakan tindakan itu bisa menutupi rasa malu yang akan dipikulnya ketika
tersiar kabar di media massa infotaintment, “Putri Cendikiawan Muslim
Terkemuka, Hamil di Luar Nikah dengan Pemuda Kristen.”

“Pokoknya, kamu harus dicambuk seratus kali!” tiba-tiba dia berucap tegas.
Istrinya yang sedari tadi diam, serta-merta menoleh ke arahnya sambil
mengernyitkan dahi.

“Apa, Pa? Dicambuk? Bukannya papa pernah bilang cambuk itu hukuman primitif
yang tidak pantas untuk diberlakukan lagi? Papa juga sering menulis di buku
dan berbagai media bahwa hudud itu sudah tidak relevan dan ketinggalan
zaman?!” sang istri memberanikan diri untuk angkat bicara.

Mendengar itu, sang cendekiawan pun semakin terhenyak ke kursinya, dia pun
terdiam tak tahu harus bagaimana.

*****

Semenjak kejadian itu, kini lelaki tua tujuh puluh tahunan itu terkulai
lemah di atas pembaringan sebuah ruangan gawat darurat sebuah rumah sakit
ibu kota. Dia mengalami depresi yang cukup berat. Dalam dirinya terjadi
pertentangan batin yang hebat. Dia sadar bahwa selama ini dia terdepan
meneriakkan keabsahan nikah beda agama, meneriakkan slogan  anti penerapan
syariat Islam, menentang jilbab dan menyatakan jilbab bukan ajaran Islam
tapi tradisi Arab. “Itu budaya orang Arab, bukan budaya Islam!” tegasnya
setiap saat ketika memberikan mata kuliah di depan mahasiswanya.

Tapi, kini nuraninya berontak ketika menyaksikan kedua putri-putrinya
menyingkap aurat, berpakaian minim dan sudah tidak seakidah lagi dengannya.
Dia ingin menyuruh mereka istiqamah dalam syariat Islam, hidup dalam rumah
tangga islami,  dan menutup aurat seperti yang diperintahkan Al Quran, tapi
apa daya nasi sudah menjadi bubur. Kedua putrinya justru jadi orang yang
gigih mengamalkan ideologi sekuler liberalnya.

Dengan busana gaul ala artis MTV, kini putrinya terjerumus kepada perbuatan
zina dengan pemuda non muslim. Nuraninya menuntut untuk menjatuhkan hukuman
sesuai dengan syariat Islam. Karena dia sangat mengerti bahwa hukuman di
dunia akan membebaskan sang putri dari hukuman yang lebih dahsyat di akhirat
nanti.

“Nak, walau bagaimana, kamu adalah seorang muslimah, jika terlanjur
melakukan zina, kamu harus bertobat dan dihukum dengan hukuman yang telah
ditetapkan oleh Islam.” Entah untuk ke berapa kalinya dia mengatakan itu
pada sang putri. Karena tuntutan nuraninya, dia selalu mencoba meyakinkan
putrinya agar mau menjalani hukuman cambuk dan pengasingan.

Hingga suatu ketika, saat saat sang putri membesuknya, dia mencoba membujuk
putrinya. Tak disangka-sangka sang putri langsung berkata, “Ya sudah, kalau
memang dalam Islam seperti itu, aku mau masuk Kristen aja!”

“Apaaa?!” bak disambar petir, pak tua itu langsung terlonjak berdiri.
Matanya melotot seolah mau copot. “Kamu sudah gila, ya? Kalo kamu masuk
Kristen, kamu berarti Murtad!! Kamu kafir dan...” Ia tak sanggup lagi
meneruskan kata-katanya, karena amarahnya sudah membumbung tinggi. Dengan
suara menggelegar dia hardik sang putri yang langsung terdiam, menggigil
ketakutan.

“Apa nggak salah denger nih, Pa?” tiba-tiba putri sulungnya yang kebetulan
sedang berkunjung, angkat bicara membela adiknya. “Papa ngomong apa sih,
murtad.. kafir… Hak Diana dong Pa, untuk masuk Kristen, karena dia sudah
merasa tidak cocok dengan Islam. Agama kan, wilayah privat yang tidak bisa
dicampuri orang lain. Pindah agama ke Kristen adalah wilayah privat Diana.
Papa tidak bisa, dong... ikut campur!”

“Jangan asal ngomong kamu, Len!!” pak tua itu langsung membentaknya.

“Dengar Lena, sebenarnya papa tidak pernah merestui kamu menikah dengan
orang Kafir itu. Haram hukumnya muslimah menikah dengan orang kafir!!”

“Sekarang papa berani bilang begitu, lalu kenapa papa selama ini sibuk
menulis di buku dan berbagai media bahwa semua agama itu sama kebenarannya?
Untuk apa papa berkoar-koar semua pemeluk agama akan masuk surga? Itu semua
bohong? Iya, Pa? Papa selama ini hanya menipu orang banyak dengan semua
tulisan dan ucapan Papa itu?” Lena memberondong sang ayah yang sudah tua dan
sedang sakit itu dengan berbagai pertanyaan yang sangat menyudutkan.

“Diaamm..!!!” dia semakin kalap mendengar ocehan sang putri sulung.

“Kenapa Lena harus diam? Lena kan hanya mengulang ucapan-ucapan yang Papa
ajarkan!” Si sulung tidak mau kalah, balas membentak. “Asal Papa tahu,
sekarang aku sudah ikut agama Mas Yudha, aku sudah masuk agama Budha!”

“Apaa?! ... beraninya kamu murtad Lena.. kamu sudah kafir, akan masuk
neraka… darahmu sekarang halal ditumpahkan… akan aku bun... aaaakhhh!”

“Pa..pa..istigfar pa…, istigfaaar!!!” Sang istri berusaha menenangkan
suaminya yang berteriak-teriak mengigau. Lelaki itu terus meronta-ronta
sambil berteriak tak karuan. “Susteer… tolong susteer..” Sang istri pun
menjerit histeris. Tak lama kemudian berdatanganlah beberapa perawat
laki-laki, memegangi tangan dan kakinya sampai dia tenang kembali.

“Ahh... hhh..hhh” lelaki itu nampak terengah, nafasnya memburu..

“Tenang Pak, istigfar..” salah seorang perawat terus berusaha
menenangkannya.

Lelaki tua itu pun berangsur tenang, perlahan dia membuka kedua bola
matanya, memandang sekelilingnya. Nampak olehnya sang istri yang masih
menyisakan cemas di wajahnya. Kedua biji matanya menyapu sekeliling ruangan
itu, namun tak didapatinya kedua orang putrinya.

“Ma.. apa.. d..Di..ana jj..jadi masuk kk..Kristen?” mulutnya bergetar,
dengan suara yang amat lemah dia berusaha bertanya ke istrinya. Setelah
terdiam beberapa saat, bingung harus menjawab apa, sang istri pun
memberanikan diri untuk mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

..Kepalanya terkulai lemas, tatapannya kosong, perlahan dia pun kembali
memejamkan mata… tiba-tiba.. dia teringat sebuah hadits Nabi yang dulu
sangat dihafalnya sejak kecil...

“Fhhhhh…” lelaki itu menghembuskan nafas kuat-kuat, seolah ingin melepaskan
semua beban di dadanya. Kepalanya terkulai lemas, tatapannya kosong,
perlahan dia pun kembali memejamkan mata… tiba-tiba.. dia teringat sebuah
hadits Nabi yang dulu sangat dihafalnya sejak kecil... “Apabila anak Adam
meninggal dunia, terputus seluruh amalannya kecuali tiga perkara… Ilmu yang
bermanfaat, shadaqah jariah, dan anak shaleh yang akan mendoakan..” Dia
langsung membelalakkan matanya, “Anak yang shalehhh…” mulutnya berdesis.
“Aku tidak punya anak yang shaleeeh… kedua putri ku telah murtaaad!!..
aahhh, siapa nanti yang akan mendoakanku?? Hik..hik..hik..” dia pun terisak,
tubuhnya berguncang hebat menahan isakan tangis penyesalannya.

***

Sang cendekiawan tertunduk menatap tajam ke arah gundukan tanah yang masih
merah tempat istrinya dibaringkan untuk selama-lamanya. Tanpa disangka,
istrinya yang segar-bugar, mendahuluinya menemui sang Khaliq. Sementara sang
cendekiawan tua yang belum bisa mengatasi depresi berat itu masih bertahan
hidup, meski sakit-sakitan. Kini, tinggallah Kyai Liberal ini dengan dua
orang putrinya.

Tiba-tiba dia tersentak, teringat kedua putrinya kini beda agama dengannya,
berarti hanya dia sendiri yang muslim.

Ketika hendak beranjak berdiri. Tanpa sengaja bola matanya terpaku pada
sebuah nisan berlambang salib, tak jauh dari makam istrinya. “Ya Allah, bila
aku mati nanti, akankah namaku terpampang di batu nisan seperti di makam
salib itu?” 


[azz@hra/voa-islam.com]
http://www.voa-islam.com/news/hikmah/2009/12/27/2231/tragedi-kiyai-liberalakhir-hayatnya-memilukan/

"Enjoy The Most Precious and Romantic Moments By Giving ASI to Your Baby"

Salam ASI,
dr Henny H. Zainal, CHt
Konselor Laktasi
dr.henny.zainal@aimi-asi.org
02199532800 / 081383285000 (tidak SMS)
YM : drhennyzainal@yahoo.com