Searching...

Inilah Alasan Pertengkaran Begitu Menyakitkan



SAAT membina hubungan, terkadang Anda dihadapkan pada kondisi sangat mencintai pasangan, namun juga benci dengan tingkah lakunya. Secara bersamaan, Anda ingin memeluknya, namun Anda juga ingin menendang dia jauh-jauh dari kehidupan Anda. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Merasakan cinta dan benci secara bersamaan merupakan kondisi normal. Ini disebabkan, persamaan rasa di area otak Anda.

Rasa yang ada di otak, mengaktifkan perasaan sentimental sekaligus memproduksi emosi berbentuk kemarahan. Di mana kondisi pada otak ini menjelaskan mengapa Anda ditakdirkan untuk berjuang memelihara hubungan dengan pasangan dari waktu ke waktu.

"Berdebat dapat menjadi sinyal bahwa hubungan Anda dan pasangan kuat dan bergairah. Dan Anda merasakan cukup nyaman untuk mengespresikan perasaan negatif tanpa harus rasa takut atau kehilangan satu sama lain di dalam sebuah proses hubungan," kata Bonnie Eaker Weil PhD sekaligus penulis buku Make Up, Don't Break Up.

Kendati demikian, bukan berarti Anda bisa berdebat atau bertengkar dengan seenak hati. Sebab, tak dapat dipungkiri bahwa pertengkaran kerap meninggalkan rasa menyakitkan di benak pria, maupun wanita. Lantas, mengapa pertengkaran itu menyakitkan?

"Bukan apa yang kita katakan menyakitkan, melainkan bagaimana kita mengatakannya. Jika pria merasa ditantang, perhatiannya terpusat pada sikap merasa dirinya benar, dan ia lupa bersikap menyayangi. Secara otomatis, kemampuannya berkomunikasi dengan nada menyakinkan, penuh hormat, dan penuh cinta akan menurun. Ia tidak sadar betapa tidak bersahabat suaranya atau betapa pedihnya ini bagi pasangannya," kata John Gray PhD, lewat bukunya Men are from Mars, Women are from Venus.

Pada saat-saat itu, perdebadatan sederhana dapat kedengaran seperti serangan bagi wanita. Seolah, permintaan berubah menjadi perintah. Tentu saja wanita tidak menerima pendekatan yang tidak bersahabat ini, meski mungkin ia mau menerima ucapan pria itu.

"Pria bisa tanpa sadar melukai hati pasangannya dengan berbicara dengan cara yang tidak berperasaan. Kemudian menjelaskan mengapa pasangannya tak boleh marah. Secara keliru pria menganggap wanita menolak isi sudut pandangannya, padahal cara penyampaiannya yang tidak bersahabat itulah yang membuat pasangannya marah. Karena tidak memahami reaksi si wanita, pria lebih mementingkan memberi penjelasan mengenai manfaat ucapannya, bukannya membetulkan caranya mengatakannya," papar Gray.

Gray juga mengungkapkan, pria tidak mempunyai bayangan dialah yang menyulut pertengkaran. Ia berpikir wanitalah yang mendebatnya. Pria membela sudut pandangnya, sementara wanita membela dirinya dari ungkapan-ungkapan tajam pria yang melukai hatinya.

"Jika pria mengabaikan perasaan-perasaan sakit hati si wanita, berarti ia tidak menghargai perasaan-perasaan itu, dan meningkatkan kepedihan hati si wanita. Sulit bagi pria untuk memahami sakit hati ini, sebab ia sendiri tidak begitu mudah terluka oleh komentar-komentar maupun nada tidak bersahabat. Akibatnya, pria barangkali tidak sadar betapa ia menyakiti pasangannya. Dan dengan demikian menimbulkan perlawanannya," jelas Gray.

Demikian juga kaum wanita. Mereka tidak menyadari betapa mereka dapat menyakiti kaum pria. Berbeda dengan pria, jiwa wanita merasa ditantang, nada bicaranya otomatis jadi semakin curiga dan menolak. Jenis penolakan ini lebih menyakitkan bagi pria, terutama jika ia terlibat secara emosional.

Menurut Gray, wanita memulai dan mengorbankan pertengkaran dengan terlebih dahulu menyampaikan perasaan-perasaan negatif mengenai tingkah laku pasangan mereka. Kemudian dengan memberikan nasihat yang tidak diminta. Jika wanita lupa mengimbangi perasaan-perasaan negatifnya dengan sikap memercayai dan menerima, pria akan menanggapi secara negatif dan si wanita akan bingung.

"Sekali lagi, wanita tidak menyadari betapa menyakitkan sikap curiganya tersebut kepada si pria," ungkap Gray.

Nah, untuk mencegah pertengkaran, Gray menyarankan agar pasangan harus ingat bahwa masing-masing pihak bukan keberatan pada apa yang dikatakan. Melainkan terhadap cara mengatakannya. Dibutuhkan dua orang untuk bertengkar, tapi hanya perlu satu orang untuk menghentikan pertengkaran. Cara terbaik menghentikan pertengkaran adalah menghentikannya sewaktu baru dimulai.

"Belajarlah merasakan apakah perdebatan sudah berubah menjadi sebuah pertengkaran. Berhentilah berbicara dan beristirahatlah. Renungkan mengenai cara Anda mendekati pasangan Anda. Cobalah memahami bagaimana Anda tidak memberi mereka apa yang mereka butuhkan. Setelah beberapa waktu, kembalilah dan bicarakanlah lagi. Tapi dengan cara yang penuh cinta dan rasa hormat. Waktu jeda memungkinkan kita untuk mendinginkan kepala, menyembuhkan luka-luka, dan memusatkan diri kita sendiri sebelum berusaha untuk berkomunikasi lagi," saran Gray.

Sumber : Kaskus