Di jalan Gajah Mada
Sejarahnya
Bangunan ini dibangun pada tahun 1760 oleh Reiner de Klerk (1710-1750), selain sebagai arsitek gedung ini Reiner de Klerk juga tercatat sebagai gubernur jendral VOC pada tahun 1777. Tanahnya sangat luas, dengan lebar 57 M dan panjang 164 M, tetapi dulu tanah yang dimilikinya lebih luas lagi yaitu sampai ke sungai Krukut.
Rumah de Klerk pada masa lalu beberapa kali berpindah kepemilikan, sehingga pada abad ke-19 berubah menjadi panti asuhan. Pada saat itu bangunan mulai terbengkalai karena kekurangan dana untuk perbaikan. Akibatnya pada tahun 1900 ada rencana membongkar rumah tersebut. Perkumpulan Batavia untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan kemudian melobi Pemerintah Hindia Belanda untuk membeli rumah De Klerk. Mereka berhasil dan bangunan tersebut menjadi Departemen Pertambangan.
Pada tahun 1925 pemerintah Hindia Belanda melaksanakan pemugaran besar pertama di abad ke-20 atas rumah De Klerk dan setelah selesai gedung dipakai sebagai tempat arsip sampai tahun 1992 ketika arsip terakhir dipindahkan ke gedung-gedung baru Arsip Nasional di Jalan Ampera. Ternyata walaupun sudah tidak menyimpan arsip, nama gedung ini tetap gedung Arsip Nasional.
Kemudian tahun 1995 para pengusaha Belanda di
Bangunan
Bangunan Museum Arsip Nasional berbentuk U dengan bangunan tambahan di bagian belakangnya. Bangunan utama berlantai 2, dibangun dengan bata merah dengan atap yang tinggi. Denah bangunannya mencerminkan denah rumah yang besar dan klasik dengan aksis utama barat-timur dan aksis kedua utara-selatan. Lantai dasarnya luas. Pintu utamanya tinggi dihiasi lubang ventilasi yang indah di atasnya. Di lantai inilah gubernur jendral biasa menerima tamu-tamunya. Disini dipajang beberapa barang peninggalan dari jaman Belanda seperti lemari, brankas, kursi dan meja kerja, koleksi senjata. Di lantai ini
Bangunan di samping bangunan utama digunakan sebagai kantor administrasi yang mengelola bisnis pribadi gubernur jendral. Sementara ada bangunan tambahan yang lebih tinggi yang dulu digunakan sebagai rumah budak dan sebagai tempat penyimpanan barang. Di gedung ini dipajang beberapa benda-benda yang berhubungan dengan sejarah bangunan ini, riwayat renovasi, dll.
Di halaman belakang terhampar rumput hijau dengan diapit disamping kiri dan kanannya oleh meriam kuno. Di halamam ini terdapat lonceng, yang konon disebut lonceng perbudakan, karena digunakan untuk membangunkan para budak untuk mulai bekerja.
Dari informasi yang kami dapat, gedung ini beberapa kali sempat terendam banjir dikarenakan masalah drainasenya, dan penempatan batu2 merah sebagai jalanan untuk pengganti aspalnya ditujukan agar penyerapan air ke dalam tanah dapat lebih baik.
Dikarenakan gedung ini memiliki desain yang antik dan anggun, memiliki halaman belakang yang luas, dan juga mudah dijangkau karena berada di pusat kota maka gedung ini seringkali dijadikan tempat untuk menyelenggarakan acara. Saat kunjungan kami, kami melihat adanya persiapan menghias gedung & halaman belakang untuk acara pernikahan. Wah pastinya akan anggun & romantis ya pestanya ya, bagaikan bangsawan Belanda tempo doeloe.
Kondisi bangunan terlihat masih kokoh, namun kami melihat kurang terawat mungkin karena biaya yang dibutuhkan sangat besar untuk merawat bangunan sebesar ini. Apalagi untuk masuk ke dalam gedung tidak dikenakan biaya sama sekali, jadi benar-benar bergantung dari pihak penyumbang dana /
Lokasi
Gedung Arsip Nasional
Jl. Gajah Mada No. 111
Jakarta
Telp : (021) 6347744
Jam Operasional
Selasa – Minggu : 09.00 – 17.00
Senin : Tutup
Biaya masuk gratis
Pintu Masuk Gedung..,
Halamannya..,
halaman belakang...,
Bangunan Samping..,
Halaman gedung dengan hamparan rumputnya..,
Jalan Batu mereh..,
Gambar Kamar Budak (jaman dulu)
Toko sovenirnya.., gan.
lemari barang antik
riwayat renovasi gedung
meja makan
peta Kuno
Arsip Kuno
meriam
Salah satu program Yayasan Gedung Arsip Nasional sekarang ini menurut Tamalia adalah berupaya menambah koleksi-koleksi. Dengan menambah koleksinya. Kelak Gedung Arsip Nasional ini bisa menjadi museum yang juga memuat informasi mengenai perubahan gaya perabot dari abad ke abad.
"Misalnya gaya perabot abad ke-17 dengan kayu arang atau ebony, berbeda dengan gaya abad ke-18 maupun abad ke-19," terang Tamalia putri dari sastrawan pujangga baru Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana. Nantinya, lanjut Tamalia, pengunjung dapat melihat bagaimana rumah seorang gubernur jenderal dengan ruang makannya, ruang tidur, dapur, dan ruang para budaknya.
Koleksi-koleksi Gedung Arsip sebagian besar milik yayasan Gedung Arsip Nasional RI. "Selain itu ada beberapa koleksi yang dipinjamkan dari pihak ketiga, " ujar Tamalia. Arsitektur unik dengan halaman yang cukup luas dan letaknya yang strategis, membuat Gedung Arsip ini juga sering digunakan untuk event-event wisata, misalnya acara kenduri kuliner, pameran, dan lainnya. Tertarik? datang saja..!!!.
Lonceng Budak
Sumber : http://www.strov.co.cc/