Searching...

Silsilah Lengkap Raja-raja Ngayogyakarta Hadiningrat




Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya.
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.

Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal didirikan hingga sekarang adalah :

1. Sultan Hamengku Buwono I
Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).
Posted Image
Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda. Pada tahun 1749 Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III. Kemudian hari Raden Mas Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar pangeran Mangkunegara.

Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda beberapa kali gagal mengajak Pangeran Mangkubumi berunding menghentikan perang dikirimkan seorang Arab dari Batavia yang mengaku ulama yang datang dari Tanah Suci. Berkat pembujuk ini akhirnya diadakan perjanjian di Giyanti (sebelah timur kota Surakarta) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni Belanda serta Susuhunan Pakubuwana III (1755). Menurut Perjanjian Giyanti itu kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, ialah kerajaan Surakarta yang tetap dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III dan kerajaan Ngayogyakarta dibawah Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwana I yang bergelar Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. Atas kehendak Sultan Hamengkubuwana I kota Ngayogyakarta (Jogja menurut ucapan sekarang) dijadikan ibukota kerajaan. Kecuali mendirikan istana baru, Hamengkubuwana I yang berdarah seni mendirikan bangunan tempat bercengrama Taman Sari yang terletak di sebelah barat istananya. Kisah pembagian kerajaan Mataram II ini dan peperangan antara pangeran-pangerannya merebut kekuasaan digubah oleh Yasadipura menjadi karya sastra yang disebut Babad Giyanti. Sultan Hamengkubuwana I dikenal oleh rakyatnya sebagai panglima, negarawan dan pemimpin rakyat yang cakap. Beliau meninggal pada tahun 1792 Masehi dalam usia tinggi dan dimakamkan Astana Kasuwargan di Imogiri. Putra Mahkota menggantikannya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono II. Hamengkubuwana I dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2006.

2. Sultan Hamengku Buwono II
Hamengkubuwono II (7 Maret 1750 – 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan 1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnyaSri Sultan Hamengku Buwono II.
Posted Image 
Saat menjadi putra mahkota beliau mengusulkan untuk dibangun benteng kraton untuk menahan seragan tentara inggris. Tahun 1812 Raffles menyerbu Yogyakarta dan menangkap Sultan Sepuh yang kemudian diasingkan di Pulau Pinang kemudian dipindah ke Ambon.


3. Sultan Hamengku Buwono III
Hamengkubuwana III (1769 – 3 November 1814) adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali selama satu tahun (1812). 
Posted Image
Pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana III keraton Yogyakarta mengalami kemunduran yang besar-besaran. Kemunduran-kemunduran tersebut antara lain :
1. Kerajaan Ngayogyakarta diharuskan melepaskan daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang dan Grobogan kepada Inggris dan diganti kerugian sebesar 100.000 real setahunnya.
2. Angkatan perang kerajaan diperkecil dan hanya beberapa tentara keamanan keraton.
3. Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo yang berjasa kepada Raffles dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Ario Paku Alam I. Pada tahun 1814 Hamengkubuwana III mangkat dalam usia 43 tahun.

4. Sultan Hamengku Buwono IV
Posted Image
Hamengkubuwono IV (3 April 1804 – 6 Desember 1822) sewaktu kecil bernama BRM Ibnu Jarot, diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru merugikan rakyat. Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing Pesiyar (Sultan yang meninggal pada saat berpesiar).


5. Sultan Hamengku Buwono V
Hamengkubuwono V (25 Januari 1820 – 1826 dan 1828 – 4 Juni 1855) bernama kecil Raden Mas Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836. Dalam masa pemerintahannya sempat terjadi peristiwa penting yaitu Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang berlangsung 1825 – 1830. Setelah perang selesai angkatan bersenjata Kesultanan Yogyakarta semakin diperkecil lagi sehingga jumlahnya menjadi sama dengan sekarang ini. Selain itu angkatan bersenjata juga mengalami demiliterisasi dimana jumlah serta macam senjata dan personil serta perlengkapan lain diatur oleh Gubernur Jenderal Belanda untuk mencegah terulangnya perlawanan kepada Belanda seperti waktu yang lalu.
Posted Image
Beliau mangkat pada tahun 1855 tanpa meninggalkan putra yang dapat menggantikannya dan tahta diserahkan pada adiknya.

6. Sultan Hamengku Buwono VI
Posted Image
Sultan Hamengku Buwono VI (19 Agustus 1821 – 20 Juli 1877) adalah adik dari Hamengkubuwono V. Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda.

7. Sultan Hamengku Buwono VII
Nama aslinya adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877.
Posted Image
Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang kepadanya untuk menerima dana sebesar Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih.

Masa pemerintahannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah modern didirikan. Ia bahkan mengirim putra-putranya belajar hingga ke negeri Belanda.

Pada tanggal 29 Januari 1920 Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia lebih dari 80 tahun memutuskan untuk turun tahta dan mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya. Konon peristiwa ini masih dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota (GRM. Akhadiyat) yang seharusnya menggantikan tiba-tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya.

Dugaan yang muncul ialah adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan putera Mahkota pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat pemerintah Batavia.

Biasanya dalam pergantian tahta raja kepada putera mahkota ialah menunggu sampai sang raja yang berkuasa meninggal dunia. Namun kali ini berbeda karena pengangkatan Hamengkubuwono VIII dilakukan pada saat Hamengkubuwono VII masih hidup, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah diasingkan oleh anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Keraton di luar keraton Yogyakarta.

Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (yang di dalam istilah Jawa disebut mikul dhuwur mendhem jero) yang secara politis telah menguasai kondisi di dalam pemerintahan kerajaan. Setelah turun tahta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan “Tidak pernah ada Raja yang mati di keraton setelah saya” yang artinya masih dipertanyakan. Sampai saat ini ada dua raja setelah dirinya yang meninggal di luar keraton, yaitu Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan di luar kota dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat. Bagi masyarakat Jawa adalah suatu kebanggaan jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Hamengkubuwono VII meninggal di keraton pada tanggal 30 Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri.

Versi lain mengatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda untuk madeg pandito (menjadi pertapa) di Pesanggrahan Ngambarukmo (sekarang Ambarukmo). Sampai saat ini bekas pesanggrahan itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarukmo yang sekarang sudah tidak ada lagi.

8. Sultan Hamengku Buwono VIII
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (Kraton Yogyakarta Adiningrat, 3 Maret 1880 – Kraton Yogyakarta Adiningrat, 22 Oktober 1939) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta. Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada tanngal 8 Februari 1921. Pada masa Hamengkubuwono VIII, Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai sekolah-sekolah kesultanan.
Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di Belanda. Salah satunya adalah GRM Dorojatun, yang kelak bertahta dengan gelar Hamengkubuwono IX, yang bersekolah di Universitas Leiden.
Posted Image
Pada masa pemerintahannya, beliau banyak mengadakan rehabilitasi bangunan kompleks keraton Yogyakarta. Salah satunya adalah bangsal Pagelaran yang terletak di paling depan sendiri (berada tepat di selatan Alun-alun utara Yogyakarta). Bangunan lainnya yang rehabilitasi adalah tratag Siti Hinggil, Gerbang Donopratopo, dan Masjid Gedhe. Beliau meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di RS Panti Rapih Yogyakarta karena menderita sakit.

9. Sultan Hamengku Buwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda (”Sultan Henkie”). Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Songo”. Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”.
Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.
Posted Image
Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.

10. Sultan Hamengku Buwono X
Sri Sultan Hamengkubuwono X (Kraton Yogyakarta Hadiningrat, 2 April 1946 – sekarang) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 1998. Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM dan dinobatkan sebagai raja pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono Senapati ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Dasa.
Posted Image
Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY.Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 beliau ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 beliau ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini beliau didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.Sejak menggantikan ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang meninggal di Amerika, 8 Oktober 1988, Ngersa Dalem, demikian ia biasa disapa, dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyatnya.

Dalam suatu kesempatan, ia pernah mengatakan, keberpihakan pada rakyat itu tetap harus dilakukan sebagai suatu panggilan. “Saya harus membentuk jati diri untuk tumbuh dan mengembangkan wawasan untuk keberpihakan itu sendiri sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan. Selain itu, masyarakat juga agar mengetahui setiap gerak langkah saya dalam membentuk jati diri, dan rakyat diberi kesempatan untuk melihat bener atau tidak, mampu atau tidak, sependapat atau tidak, dan sebagainya”, ujuarnya.
Posted Image
Keberpihakannya pada rakyat ini memang terbukti. Pada 14 Mei 1998, ketika gelombang demontrasi mahasiswa semakin membesar, Sultan mengatakan, “Saya siap turun ke jalan”. Ia benar-benar tampil dan berpidato di berbagai tempat menyuarakan pembelaan pada rakyat, sambil berpesan “Jogja harus menjadi pelopor gerakan reformasi secara damai, tanpa kekerasan”.Aksi turun ke jalan yang dilakukan Sri Sultan HB X itu bukan tanpa alasan. “Jika pemimpin tidak benar, kewajiban saya untuk mengingatkan. Karena memang kebangetan (keterlaluan), ya tak pasani sesasi tenan (ya saya puasai sebulan penuh)”, katanya.

Puasa itu dimulai 19 April dan berakhir 19 Mei 1998 saat Sri Sultan HB X dan Sri Paku Alam VIII tampil bersama menyuarakan “Maklumat Yogyakarta”, yang mendukung gerakan reformasi total dan damai. Itu yang dia sebut ngelakoni. Pada akhir puasa, ia mengaku mendapat isyarat kultural “Soeharto jatuh, manakala omah tawon sekembaran dirubung laron sak pirang-pirang” (sepasang sarang tawon dikerumuni kelekatu dalam jumlah sangat banyak).
“Bukan maksud saya mengabaikan peran mahasiswa. Saya hanya mendukung gerakan itu dengan laku kultural. Itu maksud saya”. Memang, sehari setelah banjir massa yang jumlahnya sering disebut lebih dari sejuta manusia di Alun-alun Utara Jogjakarta—mengikuti Aksi Reformasi Damai dengan mengerumuni sepasang berigin berpagar (ringin kurung)—Soeharto pun lengser.

Sri Sultan HB X dengan Keraton Jogjakarta-nya memang fenomenal. Kedekatannya dengan rakyat, dan karena itu juga kepercayaan rakyat terhadapnya, telah menjadi ciri khas yang mewarisi hingga kini. Lihat saja, misalnya, pada 20 Mei 1998, di bawah reksa Sultan, aparat keamanan berani melepas mahasiswa ke alun-alun utara. Sebelum itu hampir setiap hari mahasiswa bersitegang melawan aparat keamanan untuk keluar dari kampus.
Di pagi hari yang cerah di hari peringatan Kebangkitan Nasional 1998 itu, mahasiswa berbaris dengan amat tertib menyuarakan “mantra” sakti reformasi menuju Alun-alun Utara. Mereka pergi untuk mendengarkan maklumat yang akan dibacakan sebagai semacam pernyataan politik Sri Sultan.
Di era reformasi, bersama Gus Dur, Megawati dan Amien Rais, Sultan Hamengku Buwono X menjadi tokoh yang selalu diperhitungkan. Legitimasi mereka berempat sebagai tokoh-tokoh yang dipercaya rakyat bahkan melebihi legitimasi yang dimiliki lembaga formal seperti DPR. Mereka berempat adalah deklarator Ciganjur, yang lahir justru ketika MPR sedang melakukan bersidang. Mereka berempat, plus Nurcholis Madjid dan beberapa tokoh nasional lain, diundang Pangab Jenderal TNI Wiranto untuk ikut mengupayakan keselamatan bangsa, setelah pristiwa kerusuhan di Ambon.Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.

Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, ia menegaskan tekadnya untuk tidak lagi menjabat setelah periode jabatannya 2003-2008 berakhir. Dalam pisowanan agung yang dihadiri sekitar 40.000 warga, ia mengaku akan mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara.

Kisah: DEVI DJA, WANITA JAWA YANG MENEMBUS HOLLYWOOD


Nama kelompok teater Dardanella sempat sangat tersohor pada tahun 40-an. Teater pimpinan pria berkebangsaan Inggris keturunan Rusia bernama Pedro (Willy Klimanoff) ini bukan saja harum namanya di Indonesia tapi juga dunia. Mereka kerap manggung di luar negeri, dari Asia hingga Eropa. 

Dardanella mencapai puncak keemasan ketika diperkuat dua seniman serba bisa Tan Tjeng Bok dan Devi Dja. Pada masa itu, mereka merupakan roh pertunjukan Dardanella. Tan Tjeng Bok mendapat julukan “Douglas Fairbanks van Java” sementara Devi Dja “Bintang dari Timur” (Star From the east).

Minim Literatur
Saat ini agak sulit mencari biografi Devi Dja secara lengkap, kecuali mungkin di buku otobiografi “Gelombang hidupku, Devi Dja dari Dardanella” karya (Alm) Ramadhan KH yang dicetak tahun 1982 oleh penerbit Sinar Harapan. Sayangnya, buku itu pun sekarang sudah tergolong langka.

Saking langka dan minimnya literatur tentang sosok wanita ini, Matthew Cohen PhD, staf pengajar di University of London dalam sebuah diskusi kesenian Bali-Jawa di Amerika ‘Dewi Dja Goes to Hollywood’ Maret lalu, tertarik untuk mendokumentasikan kembali kehidupan Devi Dja bersama kelompoknya di Amerika Serikat dalam sebuah buku yang sedang disusunnya bertajuk ‘Performing Java and Bali on International Stages: Routes from the Indies, 1905-1952’. Yang jelas, biografi wanita ini dalam literatur kesenian Indonesia sangat minim. Entah jika di Amerika sana, tempat dimana dia kemudian menghabiskan sisa hidupnya.

Siapa Devi Dja?
Menurut catatan Ramadhan KH, Devi Dja atau “Bintang Dari Timur” lahir pada 1 Agustus 1914 di Sentul, Yogyakarta, dengan nama kecil Misria dan kemudian menjadi Soetidjah. Dia sering menguntit kakek dan neneknya, Pak Satiran dan Bu Sriatun, ngamen berkeliling kampung memetik siter. Devi Dja memang memiliki minat seni sejak kecil. Dia juga berangkat dari keluarga Jawa yang miskin di awal abad ke-20. Saat mereka sedang ngamen di daerah Banyuwangi, dimana pada waktu bersamaan grup sandiwara yang lain, Dardanella pimpinan Pedro (Willy Klimanoff) yang sudah terkenal, juga main di Banyuwangi. 

Pedro mengaku tertarik dengan Soetidjah dan langsung melamarnya. "Ternyata Pedro melihat pertunjukan kami. Katanya ia tertarik pada saya ketika saya menyanyikan lagu Kopi Soesoe yang ketika itu memang sedang populer," tutur Devi Dja ketika berkunjung ke Jakarta menjenguk Tan Tjeng Bok yang sedang terbaring sakit tahun 80-an. Meski keluarga Soetidjah keberatan, akhirnya Soetidjah mau menerima pinangan Pedro dan bergabung sebagai pemain Dardanella. Soetidjah tak penah mengenyam pendidikan sebelumnya, dia baru belajar baca dan menulis latin ketika bergabung di Dardanella pada usia 14 tahun.

Di tahun awalnya bergabung, Soetidjah hanya dapat peran-peran kecil dan lebih sering menjadi penari yang tampil dalam pergantian babak. Bintang Soetidjah mulai bersinar ketika pemeran utama wanita Dardanella, Miss. Riboet jatuh sakit. 
Soetidjah pun didaulat memerankan tokoh Soekaesih—peran yang selama ini dipegang Miss. Riboet—dalam lakon “Dokter Syamsi”. Meskipun usianya baru 16 tahun ketika itu, akting Soetidjah cukup meyakinkan yang kemudian dipanggil Erni oleh kawan-kawannya.

Keliling Dunia, Nginap di Rumah Mahatma Gandhi lalu Berlabuh di Amerika
Dan sejak itu, karirnya di Dardanella mulai menanjak. Perlahan tapi pasti ia berhasil menjadi menyaingi ketenaran Miss. Riboet dan Fifi Young, dua wanita pemeran utama Dardanella. Bersama Tan Tjeng Bok, Soetidjah menjadi sosok penting dalam kisah sukses grup Dardanella. Dia lalu terkenal dengan nama Miss. Devi Dja. 
Saat Dardanella pertama kali mentas di luar negeri, Devi Dja baru 17 tahun. Usia yang kata Devi Dja lagi seger-segernya. Menurut catatan Ramadhan KH, saat Dardanella manggung di luar negeri, nama kelompok Dardanella mulai berganti-ganti, dengan personil yang juga berganti-ganti. Kecuali Pedro dan Devi Dja tentunya.

Dardanella lalu main di Hongkong, New Delhi, Karachi, Bagdad, Basra, Beirut, Kairo, Yerusalem, Athena, Roma. Terus keliling Negeri Belanda, Swiss, dan Jerman. Pada Mei 1937 saat manggung di India, rombongan mereka disaksikan oleh Jawaharlal Nehru yang kemudian jadi pemimpin negeri itu. Kabarnya Pedro dan Devi Dja sempat menginap di rumah Mahatma Gandhi. 

Dan seperti dituturkan Devi Dja pada Majalah Tempo di tahun 80-an, saat bermain di luar negeri, Dardanella berubah namanya menjadi “The Royal Bali-Java Dance”. "Kami lebih mengutamakan tari-tarian daripada sandiwara, sebab khawatir penonton tidak tahu bahasanya," katanya.Devi Dja juga masih ingat ketika perang dunia pertama mulai berkecamuk, mereka sedang berada di Munich, Jerman. Saat itulah keadaan masyarakat dunia sedang dalam kegelisahan yang juga dialami oleh personel “The Royal Bali-Java Dance” (Dardanella) terkait situasi perang.

Ramadhan KH menulis, di tengah kegelisahan masyarakat Eropa khususnya, Pedro kemudian mengambil keputusan menyeberang ke Amerika saat mereka sedang berada di Belanda. Akhirnya bersama rombongan kecil Dardanella, Devi Dja naik kapal "Rotterdam" menuju Amerika.Perhitungan Pedro ketika itu barangkali karena negara Amerika relatif lebih menjanjikan, lagipula Amerika tidak terlibat terlalu jauh dalam perang dunia pertama. Dengan nama tenar yang disandangnya, sesampainya di Amerika mereka mendapat sponsor dari Columbia untuk mementaskan karya-karya mereka di hampir seluruh kota besar Amerika. "Kami keliling, tidur di trem saja. Cuma di New York menetap dua minggu," tutur Devi Dja. 

Berita Devi Dja di sebuah harian Amerika


Sudah merasa cukup lama di Amerika mereka bermaksud kembali ke tanah air, tapi Perang Dunia II keburu pecah dan Indonesia diduduki Jepang. Akhirnya mereka tertahan di Amerika tidak bisa pulang. Setelah perang usai anggota rombongan tinggal belasan orang, sebab sebagian berusaha pulang. Dan semangat pun mulai luntur. Demi bertahan hidup di Amerika, Pedro dan Devi Dja membuka sebuah niteclubbernama Sarong Room di Chicago, yang sayang terbakar habis pada 1946. Pedro akhinya merasa tak tahan dan meninggal dunia di Chicago tahun 1952. 

Di masa awal kemerdekaan Indonesia, Devi Dja sempat bertemu Sutan Syahrir yang tengah memimpin delegasi RI untuk memperjuangkan pengakuan Internasional terhadap kemerdekaan Indonesia di markas PBB New York tahun 1947. Oleh Syahrir, dia sempat diperkenalkan sebagai duta kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Amerika. Dan namanya pun makin dikenal di negara itu. Sebab itu tak sulit baginya mendapatkan kewarganegaraan Amerika. 

Tahun 1951 Devi resmi menjadi warga negara Amerika. Sepeninggal Pedro, Devi masih sempat mementaskan kebolehannya dari pangung ke panggung bersama anggota kelompok yang tersisa. Devi menikah dengan seorang seniman Indian bernama Acce Blue Eagle. 
Menurut Ramadhan KH, pernikahan itu hanya berlangsung sebentar. Acce tidak suka Devi Dja bergaul dengan sesama masyarakat Indonesia di Amerika. Sedang itu adalah dunia Dewi Dja. Apalagi setelah terbetik kabar, bahwa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Setelah itu Devi terbang ke Los Angeles, kesempatan karir terbentang di sana. Devi Dja sempat menari di depan Claudette Colbert yang takjub oleh gerak tangan dan kerling mata Devi Dja. Kabarnya Devi hampir terpilih untuk mengambil peran dalam salah satu film produksi Hollywood. Tapi sayang, karena bahasa Inggrisnya kurang fasih. Dia gagal mendapatkan kesempatan itu. 

Dia lalu menikah lagi dengan orang Indonesia asal gresik yang menetap di Amerika bernama Ali Assan. Dari Ali Assan ini Devi memperoleh satu anak perempuan yang diberi nama Ratna Assan. Tapi usia pernikahan mereka tak lama, mereka pun bercerai.Kesibukaannya di Amerika adalah mengajarkan tari-tarian daerah kepada penari-penari Amerika. Devi mengaku meski namanya sudah terkenal sebagai penari, tapi kehidupan kala itu susah, mengingat dunia habis dicabik-cabik perang.Namun Devi mengaku beruntung berteman dengan selebriti Hollywood yang menjadi teman akrabnya. Ia akrab dengan Greta Garbo, Carry Cooper, Bob Hope, Dorothy Lamour, dan Bing Crosby. Merekalah yang banyak membantu Devi dalam memberikan kesempatan. 

Devi juga sempat bermain dalam beberapa film, antara lain The Moon And Sixpence, riwayat hidup pelukis Prancis Paul Gaugin. Dia juga membintangi atau menjadi koreografer film Road to Singapore (1940), Road to Morocco (1942), The Picture of Dorian Gray (1945), Three Came Home (1950) dan Road to Bali (1952). Di Los Angeles Dewi juga rutin mengisi acara televisi lokal.Anaknya, Ratna Assan sempat bermain sebagai pemeran pendukung dalam film Papillon(1973) yang dibintangi Steve Mc Quin dan Dustin Hoffman. Tapi Ratna Assan kemudian tidak melanjutkan karir aktingnya di Hollywood, sesuatu yang amat disesali Devi Dja mengingat anaknya itu fasih berbahasa Inggris, tidak seperti dirinya.


Hari-Hari Terakhir 
Dalam bukunya Ramadhan KH menulis bahwa Devi Dja pernah memimpin floatIndonesia (float "Indonesian Holiday", dengan sponsor Union Oil) dalam "Rose Parade" di Pasadena, tahun 1970. Dia menjadi orang pertama Indonesia yang memimpin rombongan Indonesia yang turut serta dalam Rose Parade di Pasadena itu. 
Waktu tanda penghargaan sampai padanya, ia panggil anaknya, Ratna "Ini Ratna, bacalah!" Penghargaan bagi kalian, bagi kita." "Ya Mamah. Kali lain kita harus mempertunjukkan sesuatu yang lebih bagus lagi". 

Air mataku menetes lagi, kata Dewi Dja. Entah mengapa. Barangkali karena cintaku sedemikian besar kepada sesuatu yang jauh daripadaku. Aku tidak bisa melepaskannya. Tidak bisa! Seluruh hatiku tercurah baginya. Indonesiaku, engkau jauh di mata, tetapi senantiasa dekat di hatiku, bahkan menggelepar hidup di dalam jantungku.” kata Devi dalam buku itu.

Namun ternyata bukan cuma itu, Devi Dja pernah tampil membela pemuda-pemuda Indonesia di Pengadilan Los Angeles ketika berita tentang "Perbudakan di Los Angeles" marak. Devi tampil membela pemuda-pemudi Indonesia yang dirantai dihadapkan ke pengadilan di Los Angeles. Namun berkat campur tangan Dewi Dja bersama Staf KJRI RI Los Angeles, Pruistin Tines Ramadhan (alm), dan Dirjen Protokol Konsuler di Deplu Pejambon waktu itu, Joop Ave, persoalan "budak-budak" dari Indonesia itu terselesaikan, tidak masuk bui. 

Di Los Angeles Devi Dja tinggal di kawasan Mission Hill, San Fernando Valley, 22 km utara Los Angeles. Di rumah berkamar tiga di pinggiran kota itu ia tinggal bersama putri satu-satunya, Ratna Assan. Semasa pensiun Devi Dja mendapat sedikit uang pensiun dari Union Arts, tempat dimana dia bergabung.

Batu nisan Devi Dja di Hollywood Hills

Tahun 1982 saat berusia 68 tahun, Devi Dja pernah pulang ke Indonesia atas undangan Panitia Festival Film Indonesia. Dia sempat menjenguk kolega lamanya Tan Tjeng Bok yang tergolek lemah di rumah sakit sebelum meninggal dunia tahun 1985.

Devi Dja kemudian meninggal di Los Angeles pada tanggal 19 Januari 1989 dan dimakamkan di Hollywood Hills, Los Angeles. Catatan tentang Dewi Dja sempat ditulis dalam beberapa buku diantaranya Standing Ovations: Devi Dja, Woman of Java karya Leona Mayer Merrin, terbit pada 1989 dan dalam buku memoar suaminya Lumhee Holot-Tee – The Life and Art of Acee Blue Eagle.


http://berbagifb.blogspot.com/2010/10/kisah-devi-dja-wanita-jawa-yang.html

Teknologi Kuno Bangsa Indonesia yang Canggih


Di zaman dahulu kala, para nenek moyang kita sudah menemukan banyak penemuan yang terbilang canggih. Tetapi sayang sekali banyak orang Indonesia sendiri tidak menyadarinya. Kali ini Indonesiatop.blogspot akan menulis beberapa teknologi kuno nenek moyang Indonesia.

1. Borobudur: bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur 
Posted Image

Borobudur adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan bangunan candi yang sangat megah.

Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit. 

Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal. 

Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan. 

Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. Sungguh mengagumkan nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan seperti itu. Bangunan Candi Borobudur benar-benar bangunan yang luar biasa.


2. Kapal Jung Jawa: Teknologi kapal raksasa
Posted Image


Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas. 

Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.

Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar. 

Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. "Mereka mengaku keturunan Jawa," kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.

Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13. 

Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata "Jung" digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14. 

Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.

Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis. 

Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.


3. Keris: kecanggihan teknologi penempaan logam
Posted Image


Teknologi logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau. 

Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya. 

Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).

Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat kuat. 

Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius. 

Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.

Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi. Dalam peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan orang untuk membuat pelapis hidung pesawat angkasa luar, serta ujung roket dan peluru kendali antar benua.


4. Benteng Keraton Buton: Arsitektur bangunan untuk pertahanan 
Posted Image

Di Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas kurang lebih 20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur. 

Benteng yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara. 

Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri. 

Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Benteng ini menunjukkan betapa hebatnya ahli bangunan nenek moyang kita dalam membuat teknologi bangunan untuk pertahanan.


5. Si Gale gale: Teknologi Robot tradisional Nusantara
Posted Image


Orang Toba Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot tradisional yang dikenal dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini menguasai sistem kompleks tali yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali yang ditarik ulur inilah boneka itu dapat membungkuk dan menggerakan “tangannya” sebagai mana layaknya orang menari.

Menurut cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu untuk mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu tersebut dapat menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale - gale dimainkan dengan iringan musik tradisional khas Batak.

Boneka yang tingginya mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum tradisional Batak. Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan dari contoh model manusia. 

Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari.

Si gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.


6. Pengindelan Danau Tasikardi, Banten : Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Posted Image


Nenek moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan penjernih air untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan. 

Proses penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air yang kotor dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui tiga bangunan bernama Pengindelan Putih, Abang, dan Emas. 

Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm. 

Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.

Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu. 

Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang.


7. Karinding: Teknologi pengusir hama dengan gelombang suara
Posted Image


Ternyata nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup tradisional yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama. 

Alat musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul).

Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas. 

Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian.

Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu konsentrasinya.

Kecanggihan Karinding sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sejak dulu sudah mampu menciptakan alat yang menghasilkan gelombang suara. Ini adalah alat mengusir hama yang aman bagi lingkungan. Dibutuhkan perhitungan yang teliti untuk menciptakan alat musik seperti itu.


8. Rumah Gadang: Arsitektur Rumah Aman Gempa
Posted Image


Para nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.

Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter. 

Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan. 

Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. 

Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi. 

Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut

Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.


9. Tempe: Pemanfaatan bioteknologi untuk makanan
Posted Image


Tempe merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan pangan. 

Sebenarnya mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain seperti China, Jepang, India, dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di Indonesia saja. Jadi kemampuan membuat tempe kedelai adalah penemuan orang Indonesia. 

Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan kata "tempe". 

Kini, tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya, namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek moyang kita pada seni masak dunia.


10. Pranata Mangsa: Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang kita
Posted Image


Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran. 

Dalam masyarakat Jawa dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit.

Menurut Daldjoeni di bukunya "Penanggalan Pertanian Jawa Pranata Mangsa", Pranata Mangsa tergolong penemuan brilian. Kompleksitasnya tak kalah bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan bangsa Mesir Kuno, China, Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan model Farming Almanac ala Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju.

Meskipun teknologi sudah semakin canggih seperti sekarang ini, penerapan perhitungan pranata mangsa masih relevan. Hal itu dikarenakan nenek moyang kita dulu mempelajari gejala-gejala alam seperti musim hujan/kemarau, musim tanaman berbunga/berbuah, posisi rasi bintang, pengaruh bulan purnama, dan sebagainya. Dengan mempelajari gejala-gejala alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih menghargai kelestarian alam.

Sebenarnya masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan nenek moyang kita yang tidak dituliskan disini. 

Dari penemuan-penemuan itu sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah mampu menguasai teknologi canggih di zamannya maka tidak pantas lah bila kita menyombongkan diri sebagai generasi sekarang bila kita tidak menghargai dan mengapresiasi leluhur kita. 

Nenek moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang sangat indah arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun. 

Nenek moyang kita juga membangun armada laut yang telah mengarungi samudra luas. 

Nenek moyang kita juga telah menemukan benda-benda yang tebilang sederhana tapi banyak manfaatnya. 

Itu semua bukti bahwa nenek moyang kita sangat cerdas. Penjajahlah yang telah membuat kita lemah dan kurang percaya diri. Karena itu, setelah menjadi bangsa yang merdeka kita harus dapat bangkit kembali untuk mensejajarkan diri dengan bangsa lain yang telah maju.


Sumber :
indonesiatop.blogspot.com