Pembersihan jenderal. Sepintas, asosiasi kalimat ringkas itu menuntun pada pembersihan 6 jenderal yang dilakukan pasukan Letkol Kusman (nama kanak-kanak Untung Samsuri), 1 Oktober 1965 (Gestok)*. Tapi bukan itu yang saya maksudkan. Saya lebih tertarik bicara pada masa setelah krisis itu. Ya, pembersihan jenderal-jenderal yang dianggap berseberangan dengan Soeharto pasca 1965.
Hal ini semula berangkat dari pertanyaan, berapa sih persisnya
jenderal yang diberangus oleh Soeharto Cs seiring ter/di (?)perosokannya
PKI ke jurang kehancuran. Karena berbagai referensi bilang banyak tapi
angka persisnya tidak ada. Militer tentu punya arsipnya, tapi apa iya
kita bisa mengintipnya? Jadilah saya coba mereka-reka berdasarkan
beberapa bahan yang pernah saya baca. Totalnya, saya tetap tidak tahu,
mungkin belasan. Berikut beberapa di antaranya;
1. Brigjen Suparjo - Pangkopur II Kolaga. Jelas, ia
paling pertama diincar. Meskipun kenyataannya baru tertangkap 2 tahun
setelah Gestok. Agak mengherankan memang, bagaimana seorang panglima
tempur di garis depan bisa ikut-ikutan terlibat Gestok secara langsung.
Apalagi, tanpa membawa pasukannya sebiji pun. Buku John Roosa memberikan
gambaran jenderal dari Kodam Siliwangi ini teperdaya oleh Sjam
Kamaruzaman yang dipercayainya penuh, bahwa ada jenderal-jenderal senior
yang akan mengadakan kup pada Soekarno. Dan kebetulan Jenderal Pardjo
memang Soekarnois.
2. Brigjen Sabur - Komandan Pengawal Istana,
Cakrabirawa. Sebagai komandan tertinggi Cakrabirawa, ia adalah atasan
puncak Letkol Untung. Jadi tahu tidak tahu adanya gerakan, tetap saja ia
harus bertanggungjawab. Asumsi itu membuat tentara kepercayaan Soekarno
ini disel. Secara pribadi, Sabur memang sasaran tembak yang empuk.
Kedekatannya dengan Soekarno membuat ia tak banyak disukai. Apalagi
banyak isu negatif tentang tingkahnya. Antara lain menjadi keranjang
sampah dengan menampung gadis limpahan dari Soekarno sebagai istri muda.
3. Mayjen Pranoto Reksosamudro - Asisten III
Menpangad. Jenderal yang malang. Mestinya, dialah yang menjadi kepala
operasi TNI AD, pasca tewasnya Yani, sesuai perintah Soekarno. Tapi apa
daya karakternya lemah. Soeharto makin semena-mena mengganyangnya karena
saat Pranoto menjadi Kasdam Diponegoro (Soeharto pangdamnya), Pranoto
lah yang melaporkan penyelundupan bosnya ke Jakarta. Kasus ini membuat
Soeharto terlempar ke Seskoad dan nyaris dipecat dari TNI AD. Pranoto
meninggal di sebuah rumah kecil sederhana di Kramat Jati, usai keluar
dari penjara.
4. Mayjen Mursid - Deputi I Menpangad. Mestinya,
secara struktur dialah jenderal paling senior sepeninggalnya Ahmad Yani.
Pasalnya, Mursid adalah deputi pertama Menpangad (Suprapto deputi II,
MT Haryono deputi III - keduanya gugur saat Gestok). Namanya, sempat
diajukan sebagai pengganti Yani, tapi tak dipilih Soekarno karena
temperamental. Saya tidak menemukan apa kira-kira kesalahan dari
Jenderal Mursid, kecuali bahwa ia memang seorang Soekarnois.
5. Mayjen Soedirgo - Kepala Bakin. Agak mengherankan
saat Soeharto menangkap Soedirgo. Pasalnya, di awal setelah terjadinya
Gestok, Soedirgo justru salah satu orang kepercayaan Soeharto. Ia adalah
wakil Soeharto di Komando Intelijen Negara (KIN), dan 1967 diangkat
jadi kepala Bakin yang pertama. Soedirgo sendiri baru ditangkap 1968.
Tak jelas apa persoalannya, tapi ada pihak yang mengaitkan dengan posisi
Soedirgo sebagai kepala CPM saat Gestok terjadi. Saat itu, CPM ikut
menyumbang tentara untuk Korps Cakrabirawa.
6. Mayjen Agus Wiyono - Sekjen Departemen
Perindustrian. Tokoh satu ini adalah orang yang ikut mendirikan CGMI
pada tahun 1956. Saat itu, Agus adalah kapten yang juga sedang tugas
sekolah. Agus bahkan menjadi ketua pertama CGMI. Menurut kesaksian eks
Ketum CGMI, Hardoyo, pangkat terakhir Agus Wiyono adalah mayor jenderal
(Saya tidak tahu, apakah itu tituler atau memang murni dinas militer).
CGMI lah yang membuat Agus ditangkap.
7. Marsekal Madya Omar Dhani - Menpangau. Dia juga
perwira tinggi incaran Orde Baru. Maklumlah, perannya amat besar dalam
melindungi Soekarno pada masa terjadinya Gestok. Lubang Buaya sebagai
pusat gerakan Gestok, juga ada di bawah kekuasaan Angkatan Udara. Omar
juga adalah penerbang angkatan pertama yang disekolahkan di AS.
Karenanya banyak yang percaya ia menjadi korban keadaan karena
pilihannya menjadi seorang Soekanois.
8. Komodor Ignatius Dewanto - Deputi Operasi
Menpangau. Dewanto ikut dibersihkan lebih karena posisinya. Sebagai
Deops Menpangau, dialah pengendali lapangan TNI AU ketika terjadi
Gestok. Reaksinya dianggap melindungi pro Untung yang berkumpul di
Halim. Setelah ditahan dan dicopot dari dinas militer, Dewanto sempat
terlunta-lunta menjadi sopir truk dan terakhir pilot partikelir. Ia
tewas saat terbang dengan pesawat sipil di Sumatera. Di lingkungan TNI
AU, nama Dewanto harum karena dialah penembak pesawat Alan Pope yang
memicu berakhirnya pemberontakan Permesta.
9. Marsekal Muda Sri Mulyono Herlambang - Menteri negara. Bagi Sri Mulyono, Gestok adalah panggung the right man in the wrong place. Saat
pecahnya Gestok, ia sebenarnya bukan lagi bagian dari petinggi AU, tapi
sudah menjadi menteri negara. Apes, justru di hari pertama Gestok, Sri
Mulyono hadir di Halim dan menjadi perwira paling tinggi yang ada di
situ (Omar Dhani sedang di Bogor). Sri Mulyono akhirnya sempat merasakan
dinginnya sel RTM Nirbaya selama 6 bulan, sebelum akhirnya
diberhentikan.
10 Brigjen (Pol) Sugeng Sutarto - Deputi Kepala BPI.
Sebagai wakil dari Soebandrio, Sugeng Sutarto adalah TO bagi klik
Soeharto.Sudah lama tingkah BPI menjadi grundelan bagi kalangan
TNI AD. Dan secara kebetulan (atau buah rekayasa?), Sutarto bersama
bosnya adalah tokoh kunci yang memunculkan Dokumen Gilchrist yang
menjadi pangkal alasan Gestok.
Di luar 10 nama jenderal tersebut, ada 3 jenderal lainnya yang pernah
ditahan. Namun karena datanya minim (saya hanya pernah mendengar nama
mereka disebut selintas), saya kategorikan tersendiri, dan anggaplah
sebuah bahan yang validitasnya masih bisa diperdebatkan.
11. Mayjen Suadi Suromihardjo - Dubes Australia. Tak
jelas apa kaitannya dengan Gestok. Namun, Suadi punya sejarah yang
menjadikannya bisa jadi sasaran tembak. Saat masih letkol, dialah
perwira yang memimpin laskar Solo bertempur dengan Divisi Siliwangi.
Palagan lokal ini kemudian merembet menjadi Clash Madiun 1948. Suadi
sendiri karirnya selamat, karena selepas kisruh Solo, ia merapat ke
Jenderal Sudirman yang segera menjadikannya sebagai ajudan.
12. Brigjen Pamoerahardjo - (kurang info)
13. Mayjen Rukman - (kurang info)
14. Komodor Susanto - (kurang bahan)
Selain sanksi tahanan, masih ada lagi beberapa perwira tinggi yang
disingkirkan secara politik dari dinas tentara. Mereka memang tak sampai
disel namun dijauhkan perannya dari pos strategis militer.
1. Letjen KKO Hartono - Komandan KKO. Sangat
terkenal sebagai loyalis Soekarno, bahkan pernah menyediakan diri dan
pasukannya untuk menghadapi pasukan Soeharto, namun dicegah Soekarno. Ia
didubeskan Orba ke Korea Utara, namun 1971 mendadak dipanggil ke
Jakarta, dan beberapa hari kemudian ditemukan tewas. Laporan resmi
menyebutnya bunuh diri.
2. Mayjen Ibrahim Adjie - Pangdam Siliwangi. Juga
loyalis nomer satu Soekarno. Kepada Adjie lah, Soekarno menitipkan
anak-anaknya tatkala negara dilanda ketidakpastian akibat Gestok.
Soeharto agaknya segan untuk memenjarakan Adjie karena ia tak memiliki
catatan moral yang buruk. Soeharto memilih menjinakkannya dengan
menugaskan jadi Dubes di Inggris.
Satu lagi jenderal yang perlu dicatat adalah Pangdam Mulawarman, Brigjen Soehario Padmodiwirio
(Dikenal juga dengan nama pena, Hario Ketjik). Sebetulnya, di antara
para jenderal di atas, justru Soehario lah yang terkesan paling dekat
dengan PKI. Buku John Roosa menyebutnya pernah mendukung pernyataan PKI
soal pengganyangan 7 setan desa. Namun, Hario pinter membaca zaman. Ia
yang dalam tugas belajar di Moskow, memilih menolak pulang dan disersi
sehingga tak ikut ditangkap Orba. Meski begitu, toh Brigjen Hario toh
mencicipi juga sel Orba, karena nekat pulang ke tanah air pada tahun
1977.
Demikianlah, sementara cukup begitu. Saya akan coba tambahkan atau
perbaharui manakala saya berhasil memperoleh dat-data lainnya.
*) Istilah Gestok dipakai semata karena kejadiannya memang 1 Oktober
1965, bukan mengacu pada upaya mendukung penamaan yang diberikan
Soekarno.
KOMENTAR
1
Mungkin disini ada kriteria mengenai jendral jendral yang pro
Bung Karno dan anti PKI Seperti AY Mokoginta, Ibrahim Adjie, Mursid,
Sabur dsb serta jendral yang pro Soeharto dan anti PKI, seperti
Soemitro, Umar Wirahadikusumah dan Kemal Idris
Beberapa jendralcerdik memanfaatkan situasi dan berbalik arah dari pro Soekarno ke Soeharto seperti Amir Mahmud.
Ada langkah pembersihan,..Kelompok seperti Rukman, Sudirgo itu belakangan karena ada campur tangan opsusnya Ali Moertopo dan Jend Soemitro yang banyak berperan menangkapi mereka. Ada Jendral seeprti Rukman yang sebenarnya dekat dengan Soeharto, bahkan ia sendiri tak tahu apa sinyalemen itu benar atau tidak. Hanya sekali lagi Soemitro banyak mempengaruhi Soeharto dalam pengambilan keputusan ini.
Suadi sebenarnya dubes di Etiopia. Dia masuk dalam langkah pembersihan terakhir, ketika dia salah mengambil posisi. Setelah tgl 1 Oktober, ia mengirim telex ke seluruh dubes dubes RI lainnya, yang menyatakan bahwa Gerakan itu internal AD. Hal mana langkahnya dicurigai oleh Soemitro.
Beberapa jendralcerdik memanfaatkan situasi dan berbalik arah dari pro Soekarno ke Soeharto seperti Amir Mahmud.
Ada langkah pembersihan,..Kelompok seperti Rukman, Sudirgo itu belakangan karena ada campur tangan opsusnya Ali Moertopo dan Jend Soemitro yang banyak berperan menangkapi mereka. Ada Jendral seeprti Rukman yang sebenarnya dekat dengan Soeharto, bahkan ia sendiri tak tahu apa sinyalemen itu benar atau tidak. Hanya sekali lagi Soemitro banyak mempengaruhi Soeharto dalam pengambilan keputusan ini.
Suadi sebenarnya dubes di Etiopia. Dia masuk dalam langkah pembersihan terakhir, ketika dia salah mengambil posisi. Setelah tgl 1 Oktober, ia mengirim telex ke seluruh dubes dubes RI lainnya, yang menyatakan bahwa Gerakan itu internal AD. Hal mana langkahnya dicurigai oleh Soemitro.
2
Saya memang agak heran, kenapa Jenderal Rukman terkena pembersihan.
Mengingat ia konsisten anti-PKI, yang ditunjukkannya dengan jelas saat
menjadi Komandan Batalyon Siliwangi di Solo. Tapi penjelasan Mas Iman,
setidkanya bisa menerangkan hal itu.
3
Setahu saya, Leo Wattimena lolos dari sel Orde Baru. Dia memang
sedikit anomali, karena saat Gestok, Leo adalah Deputi Operasi
Menpangau. Dia ikut bersama Omar Dhani yang sejenak mengamankan diri
terbang ke Jawa saat Halim diserbu RPKAD. Dia juga yang memerintahkan
beberapa jet tempur terbang dari Lanud Iswahyudi Madiun untuk siaga
menggempur Markas Kostrad di Jakarta.
Tapi mengapa Leo bisa lolos? Maaf, saya hanya bisa berasumsi saja, bahwa Leo memang memiliki kedekatan dengan Soeharto. Kemungkinan kedekatan itu dibangun saat ia menjadi Komandan perang AU yang diperbantukan dalam operasi Mandala pimpinan Soeharto. Perlu dicatat, bahwa saat Soeharto melakukan koordinasi pasca Gestok, dari AU yang ia telepon justru Leo, bukan Omar Dhani. Padahal di angkatan lain, Soeharto menelepon Menpangal dan Menpangak langsung.
Leo sendiri nampaknya juga tak enak hati diperlakukan istimewa. Tahun 1971, ia minta pensiun dini, dan sempat diberi pos oleh Soeharto sebagai Dubes RI di Italia. Tapi disini, ia tak lama karena menggampar tukang jahit pakaiannya. Maklumlah, Leo memang dikenal temperamen.
4
Slain para perwira tinggi, mungkin menarik juga bila disimak lebih lanjut karier orang2 militer berpangkat di bawahnya pasca ‘Revolusi Oktober’ itu; semacam Soekardjo Wilardjito misalnya, ajudan Presiden Soekarno yg menyaksikan kedatangan 3 jendral utk mendapatkan ‘Supersemar’ … dsb
5
Tapi mengapa Leo bisa lolos? Maaf, saya hanya bisa berasumsi saja, bahwa Leo memang memiliki kedekatan dengan Soeharto. Kemungkinan kedekatan itu dibangun saat ia menjadi Komandan perang AU yang diperbantukan dalam operasi Mandala pimpinan Soeharto. Perlu dicatat, bahwa saat Soeharto melakukan koordinasi pasca Gestok, dari AU yang ia telepon justru Leo, bukan Omar Dhani. Padahal di angkatan lain, Soeharto menelepon Menpangal dan Menpangak langsung.
Leo sendiri nampaknya juga tak enak hati diperlakukan istimewa. Tahun 1971, ia minta pensiun dini, dan sempat diberi pos oleh Soeharto sebagai Dubes RI di Italia. Tapi disini, ia tak lama karena menggampar tukang jahit pakaiannya. Maklumlah, Leo memang dikenal temperamen.
4
Slain para perwira tinggi, mungkin menarik juga bila disimak lebih lanjut karier orang2 militer berpangkat di bawahnya pasca ‘Revolusi Oktober’ itu; semacam Soekardjo Wilardjito misalnya, ajudan Presiden Soekarno yg menyaksikan kedatangan 3 jendral utk mendapatkan ‘Supersemar’ … dsb
5
Sekedar tambahan ada 2 jenderal lain yang juga ditangkap yaitu
Mayjen Achmadi ( Menteri Penerangan ) dan Mayjen dr Soemarno( Menteri
Dalam Negeri merangkap Gubernur Jakarta)
Mengenai Soedirgo kenapa baru ditangkap tahun 1968, kalau menurut perkiraan saya itu ada kaitannya dengan BAP Bambang Widjanarko yang merupakan hasil interogasi Teperpu terhadap Bambang Widjanarko. Alasan lain mungkin karena vitalnya peran CPM dalam penumpasan dan pemeriksaan tersangka G 30 S sehingga diambil langkah penundaan penangkapan terhadap komandan CPM karena apabila komandan CPM ditangkap ketika menjabat bisa menimbulkan kegoncangan sedangkan peran CPM sangat vital, makanya Soedirgo baru ditangkap setelah dia tidak menjabat komandan CPM.
Mengenai Soedirgo kenapa baru ditangkap tahun 1968, kalau menurut perkiraan saya itu ada kaitannya dengan BAP Bambang Widjanarko yang merupakan hasil interogasi Teperpu terhadap Bambang Widjanarko. Alasan lain mungkin karena vitalnya peran CPM dalam penumpasan dan pemeriksaan tersangka G 30 S sehingga diambil langkah penundaan penangkapan terhadap komandan CPM karena apabila komandan CPM ditangkap ketika menjabat bisa menimbulkan kegoncangan sedangkan peran CPM sangat vital, makanya Soedirgo baru ditangkap setelah dia tidak menjabat komandan CPM.
6
Saya pikir, masih banyak jendral2 pada masa itu yg ‘dipinggirkan, dari
yang secara halus hingga dgn sangat kejam.. Ada yang saya mau tambahkan,
jendral Kun Kamdani, mantai danjen Kowad yang pertama.
7
Saya belum bisa ambil kesimpulan sendiri, tapi di antar angkatan ABRI-yang saya perhatikan-memang sedang gontok2an.
Why ?
Dari beberapa buku, saya memang lihat ada ‘kecemburuan’ di lingkungan AD terhadap AU yang dianggap ‘Soekarnois’ ekstrem karena-entah dengan apa- Soekarno sangat memanjakan AU. Peremajaan instrumen Perang tercanggih dari Soviet, pelatihan prajurit yang modern & tentu dengan ingin di-inisiasi-kannya Industri Kedirgantaraan di Indonesia (Sekarang di ITB). Saya lupa siapa waktu itu yg ditunjuk jadi Kepala Proyeknya. Saking Sayangnya, waktu itu Soekarno sempat berujar ‘Andai daratan NKRI adalah Ibu Pertiwi, maka Angkasa Nusantara ialah Bapak Negeri’ Wah, jujur saja, kalo saya jadi orang non AURI mungkin Iri juga ya. No offense buat statement ini
Memang sampai sekarang saya sangat sulit mencerna G30S sebagai suatu hal yang ‘kebetulan’. Sebegitu gagalkah kudeta Jendral sampai bisa meluluhlantakkan sebuah Partai Besar & menggusur Presiden kecintaan Rakyat ?
Kembali ke masalah Angkatan, saya ingat perkataan Omar Dhani yang dikenal sebagai orang yang Sangat-sangat mempertanyakan G30S sebagai ulah PKI.
‘Bagaimana mungkin ada isu mengenai kudeta Jendral penting NKRI & ada segelintir pasukan bersenjata lengkap di Ibukota (waktu itu dalam memperingati HUT ABRI XX 1 Okt 1965) Panglima Pengamanan Ibukota Umar Wirahadikusumah tidak bertindak apa-apa? ‘
Statement ini nyata & menurut saya semakin menguatkan argumen ‘Terjadi rekayasa di balik ini semua’
Nah, yang jadi pertanyaan, baik dari para Korban G30S sampai pemerhati forum2 nasional, ‘Pengaruh Soeharto kok bisa sebesar itu?’
Kalau kata Omar Dhani ‘Mungkin karena Uang & Jabatan’
8
ada yg membuat saya heran dari tulisan ini, yaitu tentang jenderal hario “kecik”. Mengapa seolah-olah keterangan tentang Pangdam Mulawarman saat Konfrontasi itu amat terbatas? Padahal sekitar tahun 1995 (!!!) sudah terbit Memoar pertama beliau, diterbitkan oleh Penerbit Obor. Beberapa tahu kemudian menyusul Memoar lanjutannya hingga jilid ketiga (oleh Penerbit Utan Kayu). Masih ditambah lagi dengan buku-buku dari penulis produktif ini dalam seri Pemikiran Militer jilid 1 s/d 4 diterbitkan oleh Penerbit Obor, demikian pula akan menyusul jilid ke 5-nya oleh penerbit yang sama. Dan awal tahun 2012 ini jilid ke enam Pemikiran Militer-nya setebal tak kurang dari 500 halaman sedang naik cetak.
Mengapa saya sebut aneh ? Karena tentang jenderal jago tembak ini hanya disebutkan sekilas sitiran dari tulisan John Roosa, tanpa menyebut sama sekali bahan langsung dari Jenderal Hario sendiri (yang dengan mudah bisa dijumpai di toko buku atau sejumlah perpustakaan). Menurut saya, naskah langsung dari Komandan Counter Intelijen Militer Jawa Timur semasa Revolusi kemerdekaan itu jauh lebih penting dari pada bahan sampingan seperti dari John Roosa. Saya menduga jika buku-buku dari Jenderal Hario disimak, pasti akan mengubah pernyataan common sense seperti “jenderal yang paling dekat dengan PKI”, atau tentang “desersi di Moskow”…. Hal-hal semacam itu di-jelentreh-kan panjang lebar pada memoar beliau jilid ke 2 dan 3.
Sejauh saya tahu, Jenderal Hario adalah perwira militer di Republik Indonesia yang paling produktif berkarya, secara jumlah, kualitas, maupun jenis karyanya (dari memoar, pemikiran militer, novel, hingga …. naskah skenario film, bahkan membikin film pun pernah - dengan judul “Tangan-tangan Kotor”, serta sejumlah lukisan di atas kanvas raksasa).
9
Sepertinya jenderal2 yang disingkirkan itu bukan hanya yang terlibat ‘gestok’ dan soekarnois saja tapi saya menganalisa jendera2 atau perwira2 yang dekat atau kepercayaannya Men/Pangad A Yani juga banyak yang tersingkir…
Yang paling jelas disingkirkannya menurut saya adalah Sarwo Edhi Wibowo, padahan perannya dan jasanya terhadap soeharto dan Orba-nya sangat luar biasa, dan namaya tersohor dan dikenal dikalangan rakyat, mahasiswa, jurnalis, intelektual dll. Tapi apa yang Ia dapatkan sesudahnya…? Dia disinkirkan secara halus dari pusat kekuasaan ( Jakarta ) dengan hanya menjadi Pangdam di daerah terpencil : sumatra dan Papua setelah itu ditendang ke Korea-Selatan menjadi Dubes.
Pada awal Orba nama Sarwo Edhi begitu terkenal bahkan sama tenarnya dengan Soeharto sendiri, maka dengan istilah ‘Tidak boleh ada dua matahari dalam satu bumi; (ini konon katanya juga atas bisikan dan masukan dari orang2 soeharto seperti Ali Murtopo dan Yoga Sugama) mereka khawatir kalau Sarwo Edhi dikasih jabatan yang lebih tinggi di Militer, pengaruhnya bisa mengancam dan membahayakan kedudukan Soehato. Dan tentu soeharto ga mau itu terjadi, maka ditempatkanlah pewira-perwira tinggi yang dekat dan loyal kepadanya, seperti Maraden Pangabean jadi KSAD padahal siapa yang kenal jenderal ini di awal Orba? Yoga Sugama, Ali Murtopo, Sudomo, Umar Wira HK, Amir Mahmud, LB Moerdani dll.
10
ADA SATU LAGI YANG LUPUT, YAITU MAYJEN KKO HARTONO, PLUS KKO-ALRI NYA, HARTONO DI ANGGAP LOYALIS TULEN SUKARNO PERNAH BILANG KEPADA BUNG KARNO ” …BERIKAN KAMI PERINTAH, DAN AKN KAMI HADAPI SOEHARTO…”, JUGA STATEMENT NYA YANG TERKENAL ” HITAM KOMANDO BUNG KARNO,HITAM TINDAKAN KKO, PUTIH KOMANDO BUNG KARNO PUTIH TINDAKAN KKO “TAPI BUNG KARNO MENOLAK DGN ALASAN NEKOLIM PASTI AMBIL UNTUNG. MAKA SETELAH SEBELUMNYA DI COPOT HALUS SEBAGAI KOMANDAN KKO, MAYJEN HARTONO DI BUANG JADI DUBES DI KORUT, KEMUDIAN DI PANGGIL PULANG, DAN TAHUN 1971 DI TEMUKAN TEWAS DI RUMAH SENDIRI DGN LUKA TEMBAKAN DI KEPALA DAN PISTOL DI SAMPING MAYAT. PERNYATAAN ORBA : HARTONO TEWAS AKIBAT BUNUH DIRI, YANG DI RAGUKAN BANYAK PIHAK SEPERTI ALI SADIKIN, DAN RACHMAT SUNGKAR DARI ALSENDIRI. DAN KKO ALRINYA DI GEMBOSI PERLAHAN2, SAMPAI TITK TERENDAH MESKI KEMUDIAN ADA USAHA DI PERBESAR LAGI. SAAT ORLA KKO (SEKARANG KORPS MARINIR TNI-AL) ADALAH KEKUATAN YANG DISEGANI, DAN SANGAT DEKAT DENGAN BUNG KARNO
DAN SANGAT PANTAS DITAKUTI SUHARTO( REFERENSI BUKU KKO HANTU LAUT, PATRICK MATANASI, / MATAPADI 2011 )……AKHIR…TRAGIS….LOYALISDAN PASUKANNYA……. SOEKARNO
11
Jaksa Agung Muda Sunaryo dibebastugaskan, menurut sebuah buku berpangkat jenderal (brigjen?). Dia yg mengusut kasus mobil dum Soeharto sewaktu di Kodam Diponegoro.
http://anusapati.blogdetik.com/2008/07/18/pembersihan-jenderal/
Why ?
Dari beberapa buku, saya memang lihat ada ‘kecemburuan’ di lingkungan AD terhadap AU yang dianggap ‘Soekarnois’ ekstrem karena-entah dengan apa- Soekarno sangat memanjakan AU. Peremajaan instrumen Perang tercanggih dari Soviet, pelatihan prajurit yang modern & tentu dengan ingin di-inisiasi-kannya Industri Kedirgantaraan di Indonesia (Sekarang di ITB). Saya lupa siapa waktu itu yg ditunjuk jadi Kepala Proyeknya. Saking Sayangnya, waktu itu Soekarno sempat berujar ‘Andai daratan NKRI adalah Ibu Pertiwi, maka Angkasa Nusantara ialah Bapak Negeri’ Wah, jujur saja, kalo saya jadi orang non AURI mungkin Iri juga ya. No offense buat statement ini
Memang sampai sekarang saya sangat sulit mencerna G30S sebagai suatu hal yang ‘kebetulan’. Sebegitu gagalkah kudeta Jendral sampai bisa meluluhlantakkan sebuah Partai Besar & menggusur Presiden kecintaan Rakyat ?
Kembali ke masalah Angkatan, saya ingat perkataan Omar Dhani yang dikenal sebagai orang yang Sangat-sangat mempertanyakan G30S sebagai ulah PKI.
‘Bagaimana mungkin ada isu mengenai kudeta Jendral penting NKRI & ada segelintir pasukan bersenjata lengkap di Ibukota (waktu itu dalam memperingati HUT ABRI XX 1 Okt 1965) Panglima Pengamanan Ibukota Umar Wirahadikusumah tidak bertindak apa-apa? ‘
Statement ini nyata & menurut saya semakin menguatkan argumen ‘Terjadi rekayasa di balik ini semua’
Nah, yang jadi pertanyaan, baik dari para Korban G30S sampai pemerhati forum2 nasional, ‘Pengaruh Soeharto kok bisa sebesar itu?’
Kalau kata Omar Dhani ‘Mungkin karena Uang & Jabatan’
8
ada yg membuat saya heran dari tulisan ini, yaitu tentang jenderal hario “kecik”. Mengapa seolah-olah keterangan tentang Pangdam Mulawarman saat Konfrontasi itu amat terbatas? Padahal sekitar tahun 1995 (!!!) sudah terbit Memoar pertama beliau, diterbitkan oleh Penerbit Obor. Beberapa tahu kemudian menyusul Memoar lanjutannya hingga jilid ketiga (oleh Penerbit Utan Kayu). Masih ditambah lagi dengan buku-buku dari penulis produktif ini dalam seri Pemikiran Militer jilid 1 s/d 4 diterbitkan oleh Penerbit Obor, demikian pula akan menyusul jilid ke 5-nya oleh penerbit yang sama. Dan awal tahun 2012 ini jilid ke enam Pemikiran Militer-nya setebal tak kurang dari 500 halaman sedang naik cetak.
Mengapa saya sebut aneh ? Karena tentang jenderal jago tembak ini hanya disebutkan sekilas sitiran dari tulisan John Roosa, tanpa menyebut sama sekali bahan langsung dari Jenderal Hario sendiri (yang dengan mudah bisa dijumpai di toko buku atau sejumlah perpustakaan). Menurut saya, naskah langsung dari Komandan Counter Intelijen Militer Jawa Timur semasa Revolusi kemerdekaan itu jauh lebih penting dari pada bahan sampingan seperti dari John Roosa. Saya menduga jika buku-buku dari Jenderal Hario disimak, pasti akan mengubah pernyataan common sense seperti “jenderal yang paling dekat dengan PKI”, atau tentang “desersi di Moskow”…. Hal-hal semacam itu di-jelentreh-kan panjang lebar pada memoar beliau jilid ke 2 dan 3.
Sejauh saya tahu, Jenderal Hario adalah perwira militer di Republik Indonesia yang paling produktif berkarya, secara jumlah, kualitas, maupun jenis karyanya (dari memoar, pemikiran militer, novel, hingga …. naskah skenario film, bahkan membikin film pun pernah - dengan judul “Tangan-tangan Kotor”, serta sejumlah lukisan di atas kanvas raksasa).
9
Sepertinya jenderal2 yang disingkirkan itu bukan hanya yang terlibat ‘gestok’ dan soekarnois saja tapi saya menganalisa jendera2 atau perwira2 yang dekat atau kepercayaannya Men/Pangad A Yani juga banyak yang tersingkir…
Yang paling jelas disingkirkannya menurut saya adalah Sarwo Edhi Wibowo, padahan perannya dan jasanya terhadap soeharto dan Orba-nya sangat luar biasa, dan namaya tersohor dan dikenal dikalangan rakyat, mahasiswa, jurnalis, intelektual dll. Tapi apa yang Ia dapatkan sesudahnya…? Dia disinkirkan secara halus dari pusat kekuasaan ( Jakarta ) dengan hanya menjadi Pangdam di daerah terpencil : sumatra dan Papua setelah itu ditendang ke Korea-Selatan menjadi Dubes.
Pada awal Orba nama Sarwo Edhi begitu terkenal bahkan sama tenarnya dengan Soeharto sendiri, maka dengan istilah ‘Tidak boleh ada dua matahari dalam satu bumi; (ini konon katanya juga atas bisikan dan masukan dari orang2 soeharto seperti Ali Murtopo dan Yoga Sugama) mereka khawatir kalau Sarwo Edhi dikasih jabatan yang lebih tinggi di Militer, pengaruhnya bisa mengancam dan membahayakan kedudukan Soehato. Dan tentu soeharto ga mau itu terjadi, maka ditempatkanlah pewira-perwira tinggi yang dekat dan loyal kepadanya, seperti Maraden Pangabean jadi KSAD padahal siapa yang kenal jenderal ini di awal Orba? Yoga Sugama, Ali Murtopo, Sudomo, Umar Wira HK, Amir Mahmud, LB Moerdani dll.
10
ADA SATU LAGI YANG LUPUT, YAITU MAYJEN KKO HARTONO, PLUS KKO-ALRI NYA, HARTONO DI ANGGAP LOYALIS TULEN SUKARNO PERNAH BILANG KEPADA BUNG KARNO ” …BERIKAN KAMI PERINTAH, DAN AKN KAMI HADAPI SOEHARTO…”, JUGA STATEMENT NYA YANG TERKENAL ” HITAM KOMANDO BUNG KARNO,HITAM TINDAKAN KKO, PUTIH KOMANDO BUNG KARNO PUTIH TINDAKAN KKO “TAPI BUNG KARNO MENOLAK DGN ALASAN NEKOLIM PASTI AMBIL UNTUNG. MAKA SETELAH SEBELUMNYA DI COPOT HALUS SEBAGAI KOMANDAN KKO, MAYJEN HARTONO DI BUANG JADI DUBES DI KORUT, KEMUDIAN DI PANGGIL PULANG, DAN TAHUN 1971 DI TEMUKAN TEWAS DI RUMAH SENDIRI DGN LUKA TEMBAKAN DI KEPALA DAN PISTOL DI SAMPING MAYAT. PERNYATAAN ORBA : HARTONO TEWAS AKIBAT BUNUH DIRI, YANG DI RAGUKAN BANYAK PIHAK SEPERTI ALI SADIKIN, DAN RACHMAT SUNGKAR DARI ALSENDIRI. DAN KKO ALRINYA DI GEMBOSI PERLAHAN2, SAMPAI TITK TERENDAH MESKI KEMUDIAN ADA USAHA DI PERBESAR LAGI. SAAT ORLA KKO (SEKARANG KORPS MARINIR TNI-AL) ADALAH KEKUATAN YANG DISEGANI, DAN SANGAT DEKAT DENGAN BUNG KARNO
DAN SANGAT PANTAS DITAKUTI SUHARTO( REFERENSI BUKU KKO HANTU LAUT, PATRICK MATANASI, / MATAPADI 2011 )……AKHIR…TRAGIS….LOYALISDAN PASUKANNYA……. SOEKARNO
11
Jaksa Agung Muda Sunaryo dibebastugaskan, menurut sebuah buku berpangkat jenderal (brigjen?). Dia yg mengusut kasus mobil dum Soeharto sewaktu di Kodam Diponegoro.
http://anusapati.blogdetik.com/2008/07/18/pembersihan-jenderal/