Searching...

Hasan Al-Banna



Jatuhnya pemerintahan Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924 merupakan satu tamparan hebat terhadap setiap individu Muslim yang cinta kepada agamaNya. Sejak dari saat itu, Islam telah diinjak-injak dan dihina serendah-rendahnya. Dunia Islam telah dibahagi-bahagikan sesama kuffar la’natullah sebagaimana makanan dibahagi-bahagikan, bertepatan dengan sabda Rasulullah SAW bahawa umat Islam akhir zaman seumpama makanan yang dikerumuni oleh musuh-musuh. Muslim yang berjuang di bawah naungan jihad telah diperangi habis-habisan, sehingga umat Islam yang tinggal hanyalah Muslim yang berkulitkan Islam. Pemikiran dan budaya Barat diagung-agungkan.

Al-Qur’an dan as-Sunnah dilekeh-lekehkan. Pemerintahan negara-negara Islam pula diwariskan oleh penjajah kuffar kepada anak-anak didik mereka yang telah kosong roh Islamnya dan boleh diharap untuk meneruskan dasar-dasar penjajah. Hasilnya, tiada satu inci muka bumi Allah SWT pun sekarang ini yang terlaksana di dalamnya syari’at Allah SWT yang Maha Sempurna, yang tidak perlu diragukan lagi sama ada sesuai atau tidak dengan keadaan semasa.

Namun Allah SWT tetap menepati janjiNya yang Maha Benar. Allah SWT telah menjanjikan menerusi lidah RasulNya, akan muncul setiap 100 tahun seorang Mujaddid yang akan menghidupkan kembali ajaranNya dan menyalakan kembali api perjuangan para Nabi dan Rasul serta para Sahabat. Umat Islam tidak perlu menunggu lama untuk menyaksikan kebangkitan para pemuda-pemudi Islam yang menggelarkan diri mereka Ikhwanul Muslimin, dipimpin oleh al-Imam as-Syahid Hassan al-Banna (masyhur dengan susunan Ma’thurat yang disusun oleh beliau) pada tahun 1928 di Mesir. Al-Banna telah menyediakan satu asas Gerakan Islam (Harakah Islamiyyah) yang kukuh berpandukan kepada sirah perjuangan Rasulullah SAW, yang kini menjadi contoh kepada Gerakan Islam hampir di 70 negara di seluruh dunia pada hari ini. Meskipun umat Islam hari ini dipisah-pisahkan oleh sempadan negara akibat daripada semangat nasionalisme yang ditiup-tiupkan oleh penjajah kuffar, namun Gerakan Islam tetap mara dan utuh di setiap negara Islam dalam mendepani cabaran dan tekanan pemerintah dari segenap sudut. Hanya nama yang memisahkan antara satu Gerakan Islam dengan Gerakan Islam yang lain.

Al-Banna merupakan seorang mujaddid, pejuang, penda’wah, murabbi dan pemimpin yang akhirnya menemui syahid di jalan Allah… Kini dunia Islam hanya menunggu munculnya mujaddid baru abad ke 21, yang diharapkan mempunyai semangat Salahuddin al-Ayyubi, bagi memimpin umat Islam mendapatkan kembali kota suci Baitul Muqaddis, yang kini dikuasai Yahudi la’natullah.

Kenalkah kita dengan tokoh Islam yang hebat ini??

biografi alm.:


Hasan Al-Banna dilahirkan di kota Al-Mahmudiyah, propinsi Al-Buhairoh, Mesir tahun 1906 M. Ayahnya bernama Abdurrahman Al-Banna. Beliau adalah seorang ulama di masa itu.

Beliau mendalami ilmu Hadits dan memiliki beberapa karya tentang hadits, khususnya buku beliau yang terkenal “Al-Fathu Ar-Robbani Litartibi Musnadi Al-Imam Ahmad. Sehari-hari Abdurrahman menekuni profesinya sebagai tukang jilid buku dan ahli perbaikan jam.Sebab itu beliau digelar dengan Assa’ati (Ahli Jam).

Hasan Al-Banna tumbuh dan besar dalam keluarga yang dianugerahi ilmu dan kesalehan. Pertama kali menimba ilmu di Madrasah Al-Rasyad Ad-diniyyah, kemudian di SD di Al-Mahmudiyah. Keterlibatannya dalam aktivitas dakawah dan amar makruf – nahi mungkar dimulai sejak dini. Waktu masih SD, Hasan Al-Banna dengan beberapa temannya mendirikan organisasi “Al-Khallaq Al-Adabiyah kemudian “Jam’iyyah Man’il Muharromat”.

Pada tahun 1920 beliau diterima belajar di Darul ulum di kota Damanhur, saat itu beliu sudah menghafal Al-Aqur’an saat berusia 14 tahun dan terlibat demonstrasi nasional melawan penjajahan.

Pada tahun 1923, Hasan Al-Banna pindah ke Kairo untuk melanjutkan studinya di Universitas Darul Ulum. Dari situlah wawasan baru Al-Banna terbuka secara luas. Di samping menghadiri Majlis Thariqat Al-Hashafiyah, beliau juga sangat aktif di Perpustakaan Salafiyah dan majlis-majlis ilmu para ulama Al-Azhar.

     wasiat:

Sekilas tentang Waduk, Bendungan, dan Jatiluhur




Sebelum melangkah lebih jauh,kita bedakan dulu apa itu waduk dan bendungan. Menurut wikipedia, Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan,sedangkan Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah PLTA.


Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta).Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3/tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh PT. PLN (Persero). Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II. Selain berfungsi sebagai PLTA, dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi seperti hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, bilyar, perkemahan, kolam renang, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air dan fasilitas lainnya. Di dalam waduk ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung, yang memungkinkan kita untuk memancing di waktu siang maupun malam. Selain itu, dikawasan ini terdapat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola PT. Indosat sebagai alat komunikasi internasional. Pokoknya lengkap, termasuk pusat Training Center atlit nasional dayung dan dragon boat Indonesia.
Sejarah Pembangunan Bendungan Jatiluhur dan PLTA-nya


Proses perencanaan pembangunan bendungan di Sungai Citarum dimulai dari penetapan lokasi. Berdasarkan gagasan awal Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein berjudul “Integrated Water Resources Development in the Western Part of Java Island”, direncanakan dibangun tiga buah bendungan di Jatiluhur. Penyelidikan-penyelidikan pertama dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang waktu itu masih dibawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dengan mempekerjakan tenaga-tenaga ahli dari Perancis.




Pada tahun 1950, Ir. Agus Prawiranata selaku Kepala Jawatan Irigasi memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri, dan ide itu menjadi bahan tertawaan karena Indonesia tidak memiliki cukup uang untuk itu. Ide tersebut dibicarakan dengan Ir. Sediyatmo, selaku Kepala Direksi Konstruksi Badan Pembangkit Listrik Negara. Kemudian Ir. Sediyatmo menugaskan Ir. PK. Haryasudirja (sekarang Prof. Dr. Ir. PK. Haryasudirja) untuk merancang bendungan jatiluhur ini.
Haryasudirja membuat spesifikasi bendungan Jatiluhur meniru gaya bendungan terbesar di dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir dengan menggunakan konsultan dari Perancis yang sudah berpengalaman dalam membangun bendungan besar.


Proses perencanaan pembangunan bendungan di Sungai Citarum dimulai dari penetapan lokasi. Berdasarkan gagasan awal Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein berjudul “Integrated Water Resources Development in the Western Part of Java Island”, direncanakan dibangun tiga buah bendungan di Jatiluhur. Penyelidikan-penyelidikan pertama dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang waktu itu masih dibawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dengan mempekerjakan tenaga-tenaga ahli dari Perancis.
Sesuai dengan konsep pembangunan bendungan, yakni dimulai dari udik ke hilir, rencana awal pembangunan dimulai dengan melakukan pengukuran di daerah Padalarang, yaitu lokasi Bendungan Saguling saat ini. Pengukuran tidak dapat diteruskan karena pada waktu pelaksanaan banyak mengalami gangguan dari pasukan DI/TII, memakan korban beberapa petugas ukur yang meninggal dunia. Pengukuran kemudian dipindahkan ke lokasi berikutnya, yakni lokasi sekitar Bendungan Cirata saat ini. Sama seperti dengan di daerah Padalarang, di lokasi ini pun mendapat gangguan dari DI/TII, sehingga akhirnya pengukuran dilakukan di sekitar lokasi Jatiluhur. Mempertimbangkan masalah keamanan dan kebutuhan irigasi yang mendesak, maka diputuskan pembangunan Bendungan Jatiluhur.
Setelah ditetapkan rencana lokasi tubuh bendungan, dimulai pekerjaan perancangan yang dalam perjalanannya mengalami beberapa perubahan. Proses perancangan dan perubahan yang terjadi baik selama perancangan maupun pada saat pembangunan adalah sebagai berikut:
Desain Awal (Preliminary Design)
Bendungan Jatiluhur dirancang pertama kali oleh Neyrpic Laboratory (sejak tahun 1955 Neyrpic Laboratory berubah menjadi Sogreah), sekitar tahun 1953. Sogreah (dulu Neyrpic Laboratory) adalah perusahaan Perancis yang bergerak dibidang konsultasi perencanaan yang juga memiliki pabrik pembuatan unit pembangkit listrik (khusus pembuatan turbin dan waterways).
Berbeda dengan desain yang sekarang, denah bendungan berbentuk busur dengan jari-jari 360 m ke arah udik dengan pelimpah samping yang terletak di sebelah kiri bendungan. Panjang bendungan lebih pendek karena memanfaatkan semenanjung yang berada di udik bendungan saat ini. Terowongan pengelak berada di sebelah kiri bendungan, berjumlah dua buah dengan diameter 10,5 m. Direncanakan salah satu terowongan pengelak akan digunakan sebagai intake pembangkit listrik. Memiliki 4 unit pembangkit listrik yang terletak di hilir bendungan dengan pengambilan di kiri bendungan, (lokasi di tubuh bendungan sekarang pada bagian kiri) memanfaatkan sebagian diversion tunnel sebelah kanan.
Gambar 1: Preliminary Design Denah Bendungan Jatiluhur oleh Neyrpic.


Gambar 2: Ilustrasi Rencana Lokasi Tubuh Bendungan Berdasarkan Preliminary Design
Data teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan preliminary design ini adalah sebagai berikut:
Tipe Bendungan                            : Urugan Batu dengan inti tanah liat.
Lebar puncak                                : 6 m.
Elevasi puncak bendungan          : +111,00 m.
Kemiringan lereng                         :  U/S 1 : 1,4, (D/S) juga 1 : 1,4.
Pelimpah                                       :  Pelimpah samping saluran terbuka, menggunakan 4 buah pintu pengeluaran lebar masing-masing 8 m, dengan elevasi udik pelimpah +88,00 m dan hilir +21,00 m. Lebar saluran pelimpah 20 m.
PLTA                                             :  4 unit, berada di hilir bendungan. Lokasi sekitar tubuh bendungan yang sekarang. Intake memanfaatkan diversion tunnel kanan.
Elevasi puncak cofferdam udik    : +41 m.
Saluran Pengelak                         :  berjumlah dua buah, dengan diameter masing-masing 10,50 m.
Rencana ini tidak diteruskan karena berdasarkan hasil penyelidikan geologi menunjukkan bukit tumpuan kanan terdapat sinklin dengan pelapisan yang miring kearah hilir. Sedangkan kondisi geologi lokasi spillway kurang baik.
Desain Kedua.
Desain bendungan berikutnya dilakukan oleh A. Coine & J. Beller Consulting Engineers Paris. Desain yang dibuat masih berbentuk busur, namun arahnya berlawanan dengan desain sebelumnya, yaitu berbentuk busur ke hilir. Mempertimbangkan kondisi geologi yang ada, maka bukit tumpuan bendungan digeser ke hilir, kurang lebih sekitar 100 m. Lokasi bukit tumpuan dalam desain kedua ini persis sama dengan lokasi bukit tumpuan bendungan saat ini.
Desain pelimpah diubah dari sebelumnya menggunakan pelimpah samping, pada desain kedua ini menggunakan pelimpah dengan struktur morning glory (lihat penjelasan sebelumnya tentang pelimpah morning glory). Sedangkan PLTA disatukan dalam bangunan menara morning glory. Letak PLTA di udik bendungan tidak lazim, biasanya berada di bagian hilir bendungan. Pertimbangan PLTA disatukan dengan bangunan menara pelimpah adalah berdasarkan efisiensi, artinya tidak perlu dibuatkan bangunan tersendiri untuk bangunan PLTA (beda tinggi hilir tidak signifikan) dan intake ke PLTA tidak terlalu panjang sehingga dapat mengurangi loses.
Gambar 3: Denah Bendungan Jatiluhur Berdasarkan Desain Kedua.
Data teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan preliminary design ini adalah sebagai berikut:
Tipe Bendungan                            : Urugan Batu dengan inti tanah liat miring.
Lebar puncak                                : 10 m.
Elevasi puncak bendungan          : +114,50 m.
Kemiringan lereng                         :  U/S 1 : 1,4, (D/S) juga 1 : 1,4.
Menara pelimpah utama               :  Tipe Morning Glory, Ogee, 14 jendela, tanpa pintu, elevasi mercu +107 m, panjang mercu   151,5 m, dengan 14 buah jendela. Kapasitas 3.000 m3/s pada elevasi maksimum. Diameter menara  terluar  90 m. Tinggi menara  110 m.
Elevasi puncak cofferdam udik    : +65 m.
Saluran Pengelak                         :  satu buah, dengan diameter 10,50 m, berada di kanan menara, berlawanan dengan desain sebelumnya.
Desain Akhir.
Desain akhir bendungan sebagian besar sama dengan desain kedua. Yang membedakannya adalah tapak dan kemiringan inti tanah liat bendungan. Pada desain akhir ini bentuk as bendungan digeser ke udik, sehingga mengakibatkan jarak tubuh bendungan dengan bangunan menara menjadi semakin dekat. Perubahan lainnya adalah inti tanah liat yang memiliki kemiringan lebih tegak dibandingkan sebelumnya.
Perubahan ini dilakukan pada masa konstruksi. Pada waktu konstruksi menara dan tailrace/access gallery selesai pada tahun 1962, ditemukan pergeseran yang terjadi pada joint 1 dan 2 tailrace dan access gallery ke arah hilir. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut pada waktu itu dilakukan pengeboran dan pada pondasinya ditemukan lapisan seam clay yang licin di antara sandy claystone dan claystone miring yang ke hilir.
Gambar 4: Kondisi Geologi di Bawah tailrace dan Access Gallery (Penampang Berdasarkan Desain Kedua).
Berdasarkan hasil analisis terdapat kekhawatiran bahwa pergeseran joint 1 dan 2 akibat dari pergeseran lapisan pondasi. Diputuskan pada waktu itu untuk melakukan pengangkuran lapisan pondasi tersebut.
Gambar 5: Skema Pengangkuran dan Penampang Bendungan Setelah Dilakukan Perubahan Desain.
Pengangkuran dilakukan dengan menggunakan besi beton berulir diameter 32 mm.
Gambar 6: Desain Rinci Pengangkuran.
Setelah dilakukan pemasangan angkur, masih terdapat kekhawatiran bila tubuh bendungan sesuai dengan desain, tubuh bendungan akan mengalami pergeseran ke arah hilir. Mempertimbangkan hal tersebut di atas, desain disesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga desain tubuh bendungan menjadi seperti gambar di bawah ini:
Gambar 7: Desain Akhir Bendungan Jatiluhur
Gambar 8: Penampang Melintang Bendungan Utama Melalui Struktur Menara Pelimpah
Gambar 9: Penampang Melintang Bendungan Utama
Catatan    :
1  Diversion Structure
2  Downstream Cofferdam
3  Upstream Cofferdam
4  Main Dam
Data Teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan desain akhir dapat dilihat pada tulisan sebelumnya.
Remedial Work.
Pada tahun 1996 dilakukan Remedial Work dengan tujuan untuk memperbaiki kestabilan tubuh bendungan. Salah satu kegiatan Remedial Work tersebut adalah melandaikan lereng bendungan utama bagian udik dan hilir.


Foto Pembangunan Bendungan
Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:

Spoiler for pembangunan:


pembangunan:


Spoiler for pembangunan:


Spoiler for pembangunan:


Spoiler for pembangunan:


Spoiler for pembangunan:


Spoiler for pembangunan:




Foto Pembangunan Menara
Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara:


Spoiler for menara: